DIMENSI KESALEHAN DI DALAM IBADAH PUASA & HAKIKATBERIDUL FITRI
Dr. H. Muhammad Yusuf, M.Ag.
MUKADDIMAH KHUTABH PERTAMA
السّلام عليكُم ورحمةُ اللهِ وبركاتهُ. اللهُ أكبرُ (3 مرات) اللهُ أكبرُ كبِيرًا والحمدُ للهِ كثِيرًا وسُبحانَ اللهِ بُكرَةً وأَصِيلًا. الحمد لله الذى أمرنا بالأخوة ولاتحاد بأمره, ونهانا عن التفرق والفساد بنهيه. والحَمدُ لِلهِ الكبيرِ الَّذِى عنت الوجوهَ لِكِبرِيَائِهِ وَعُظمَتِهِ، الحَيِّ القيُّومِ الَّذِى دَبَّرَ الكَائِنَاتِ بِحِكمَتِهِ، القَادِرِ الّذِى أَبدَعَ المَوجُودَاتِ وَعَمَّهَا بِإِحسَانِهِ وَرَحمَتِهِ، أشهَدُ أَن لَّا إِلهَ إِلِّا اللهُ وحدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ الَّذِى جَعَلَ فِى تَعِاقُبِ الأَعيَادِ عِبرَةً لِّمَن وَقَفَ عِندَ حُدُودِهِ وَدَاوَمَ عَلىَ طَاعَتِهِ، وَأَشهَدُ أَنّ مُحَمَّدًا عَبدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِى إِلَى اللهِ بِإِذنِهِ، فَفَتَحَ لَنَا أَبوَابَ الرَّقِى وَالسَّيَادةَ بِسُنَّتِهِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّم وَبَارِك عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آِلهِ وَأَصحَابِهِ، وَمَن تَمَسَّكَ بِالدِّينِ وَسَلَكَ طَرِيقَ هِدَايَتِهِ. أَمَّا بَعدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ! أُوصِيكُم وَنَفسِىَ بِتَقوَى اللهِ وَالسَّعىِ إِلَى مَرضَاتِهِ، وَ أَحُثُّكُم عَلَى طَاعَتِهِ وَطَاعَةِ رَسُولِهِ لنَكُونَ مِن أَصحَابِ جَنَّتِهِ.
Jamaah salat Idul Fitri rahimakumullah!
Adalah sebuah keniscayaan bagi kita untuk senantiasa memanjatkan tahmid dan syukur kepada Allah SWT dengan mengucapkan "Alhamdulillahirabbil Alamin" karena kita telah diberikan berbagai macam kenikmatan yang tidak dapat kita hitung satu persatu. Mudah-mudahan kenikmatan yang selalu kita syukuri ini akan senantiasa mengundang datangnya keberkahan nikmat-nikmat berikutnya dan kita digolongkan menjadi hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur. Dan, sebagai Ummat Nabi Muhammad SAW, kita senantiasa menyampaikan shalawat dan salam kepadanya. Sebagaimana Allah dan para Malaikat pun senantiasa bershalawat kepada Rasulullah, Muhammad SAW. Semogalah kita termasuk umatnya yang akan mendapatkan hidayah dan syafaatnya di yaumil akhir nanti. Amin ya Rabbal Alamin.ا
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد. د. Dengan ungkapan takbir dan tahmid, kita melepas Ramadhan yang insya Allah telah menempa hati, mengasuh jiwa serta mengasah nalar kita. Dengan takbir dan tahmid, kita melepas bulan suci Ramadhan 1442 H. dengan hati yang harus penuh harap, dengan jiwa kuat penuh optimisme, betapapun beratnya tantangan dan sulitnya situasi, terutama dalam menghadapi dan melewati pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun.
Kaum muslimin yang berbahagia! Perjalanan waktu kadang tak terasa. Seolah baru saja kemarin kita berkata, Marhaban Ya Ramadhan! Namun, sejak terbenamnya matahari kemarin, Ramadhan pamit kepada umat Rasulullah Saw. yang telah menjalankan ibadah shiyam di siang hari dan qiyamu Ramadhan di malam hari. Kini, Ramadhan, tamu agung itu melaporkan amalan-amalan hamba-hamba Allah Swt, siapa diantara mereka yang paling baik dan paling tulus pelayanannya selama Ramadhan bertamu di tengah kaum muslimin. Hari ini Ramadhan telah kembali ke hadirat-Nya. Lailatul Qadr yang menjadi momentum paling diharapkan oleh hamba-hamba Allah yang mukmin pun telah kembali kepada Allah yang telah mengutusnya turun ke bumi mengantarkan rahmat, magfirah, dan anugrah kepada hamba-hamba Allah.
Di tengah-tengah kesulitan saat ini, umat Islam tetap mengikuti protokol kesehatan yang ketat, umat Islam tetap berduyun-duyun mengunjungi masjid-masjid terdekat untuk berjamaah dan mengikuti serta melaksanakan berbagai amaliyah Ramadhan. Sementara saudara-saudara kita di Palestina kembali mengalami serangan berdarah pada hari ke-26 Ramadhan ketika sedang khusyuk melaksanakan salat.
Hidup ini memang satu paket dengan ujian. Tidak ada ruang dan waktu di dunia ini kecuali semuanya merupakan waktu dan ruang ujian. Ketika kita diliputi nikmat itu adalah soal ujian yang mesti dijawab dengan sikap syukur. Ketika kita menghadapi berbagai kesulitan hidup maka itu adalah soal kehidupan yang mesti dijawab dengan kesungguhan dan kesabaran, perjuangan, serta tawakkal hanya kepada Allah.
Allah menjanjikan kelipatan nikmat bagi mereka yang bersyukur atas nikmat yang diperolehnya saat ini dan mengancam bagi mereka yang kufur nikmat dengan azab yang pedih. Allah menjanjikan keajaiban yang menakjubkan bagi mereka yang tepat menjawab soal kehidupan dengan jawaban “kesungguhan” dan “kesabaran”. Mereka yang bersungguh-sungguh akan diberi beri petunjuk dan solusi atas berbagai kesulitan yang mereka hadapi dengan kesungguhan sembari mengharap pertolongan Allah. Mereka yang bersabar melewati kesulitan itu dengan mengharap pertolongan Allah Swt. akan disempurnakan pahalanya.
DIMENSI KESALEHAN DALAM IBADAH PUASA
Aidin dan aidat yang berbahagia! Puasa mengajarkan secara simultan tiga kesalehan. Yaitu, kesalehan spiritual kepada Allah (hablun minallah), kesalehan sosial (hablun minannas), dan kesalehan environmental.
Pertama, Kesalehan secara personal spiritual dengan Allah Swt. Orang-orang yang berpuasa dan melewati puasa itu dengan baik maka mereka akan sampai pada titik pencapaian spiritual berupa takwa. Kedua, kesalehan sosial. Grafik kesalehan sosial pada umumnya meningkat tajam pada bulan Ramadhan. Kita tentu berharap kesalehan sosial tersebut terjaga pula di luar bulan Ramadhan. Saling meringankan baik antar-personal maupun dalam relasi kolektif. Itulah makna “masyarakat” ketika kehidupan kolektif itu berjalan secara damai, saling menghormati (sipakatau sipakalebbi’). Ketiga, kesalehan environmental (environmental awareness-kesadaran lingkungan).
Tiga kesalehan tersebut diajarkan dalam ibadah puasa. Sayangnya, kesalehan jenis ketiga berupa kesadaran lingkungan masih menjadi perbincangan yang belum mengundang perhatian banyak pihak. Padahal, dalam setiap kita beribadah selalu terhubung dengan lingkungan kita. Ketika kita sedang salat maka kita membaca Rabbil ‘Alamin (Pencipta dan Pemelihara alam seluruhnya). Bacaan itu menuntun manusia untuk mencontoh sifat Tuhan yang senantiasa memelihara alam. Kita mesti peduli kepada lingkungan di manapun kita berada. Nabi Muhammad Saw, Nabi kita, Nabi umat manusia seluruhnya (kaffatan linnas), dan Nabi untuk seluruh alam. Allah menyatakan di hadapan Nabi Muhammad Saw. Beliau tidak diutus kecuali untuk menjadi (penebar rahmat) “rahmatan lil ‘alamin, pallebbangi pammasewe lao risininna alang-e”.
Kesalehan secara spiritual personal kepada Allah tidak terpisahkan dari kesalehan sosial. Sebab rahmat Allah akan turun dengan mudah ketika manusia saling menyayangi dan saling menghormati (siamasei nenniya sipakelebbi’). “Orang-orang penyayang akan senantiasa mendapatkan curahan kasih sayang dari Allah yang Maha Penyayang. Oleh karena itu tebarkanlah kasih sayang kepada yang ada di bumi (makhluk Allah) niscaya kalian akan disayangi oleh yang ada di langit’. Demi penuturan Rasulullah dalam sebuah hadis.
Allah mencurahkan rahmat-Nya tanpa jeda dan tanpa henti. Para malaikat pun tanpa henti memohonkan ampun dan rahmat kepada Allah untuk orang-orang yang saling menyayangi atas dasar perikemanusiaan dan perikemakhlukan. Sipakatau karena kita sama-sama manusia. Kita menebar rahmat karena kita sama-sama makhluk Tuhan yang menerima rahmat dari sumber yang sama.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد. Aidin dan aidat yang berbahagia! Adanya pemahaman mengerikan yang berupaya membunuh makhluk Tuhan untuk memperoleh surganya tanpa hisab. Bom bunuh diri dilakukan dengan mengorbankan diri dan manusia lainnya dengan berharap tebusan dan balasan surga yang dilengkapi bidadari. Sungguh, mengerikan jika kekejaman diharapkan balasannya surga. Siapakah yang menciptakan mereka dan siapa pula yang paling berkuasa untuk menunjukkan jalan kebenaran. Kegagalan memahami dan menghayati kesalehan sosial merupakan malapetaka kemanusiaan. Namun, keberhasilan memahami dan menghayati kesalehan sosial adalah rahmat bagi kemanusiaan. Hal itu ditemukan dalam hampir semua ibadah, terutama di dalam ibadah puasa.
Sementara Kesalehan environmental kita, menjadi kerinduan manusia modern yang sadar lingkungan. Dalam pandangan al-Qur’an, fenomena penciptaan alam raya (langit dan bumi) adalah ayat-ayat yang terhampar yang menanti kearifan kita untuk membacanya untuk menemukan kebesaran Sang Penciptanya. Alam raya ini adalah situs kebesaran Ilahi. Dalam pandangan sufi, alam ini adalah titik star untuk menandai perjalanan menuju Penciptanya. Ibnu ‘Atha’illah mengingatkan para penempuh jalan spritual “لا ترحل من كون الى كون فتكن كحمار الرحى ويسير, والمكان الذى ارتحل اليه هو الذى ارتحل منه, ولكن ارحل من الأكوان الى المكون. (وأن الى ربك المنتهى (Q.s. al-Najm/53: 42) (As-Sakandari) Q.s. al-Najm/53: 42. Orang yang menjadikan alam sebagai lahan yang harus dieksploitasi ia laksana keledai yang terus-menerus berputar-berputar sejauh jangkauan talinya, tidak sampai pada tujuannya (Allah).
Alam raya dan lingkungan hidup kita adalah ladang dan objek tafakkur. Alam adalah ranah kemakhlukan menuju Khalik. Penempu perjalanan spritual menjadikan alam sebagai petualangan hatinya untuk sampai kepada Khalik. Apabila ia sampai kepada Khalik maka ia disebut washil dan mencapai menjadi ‘arif billah (tau najeppui Puang Allah Ta’ala). Dalam kaitan ini Ibnu ‘Atha’illah menuturkan “الفكرة سير القلب في ميادين الأغيار (As-Sakandari). Tafakkur dalam perspektif sufi adalah petualangan hati di medan ciptaan Allah dan media untuk sampai kepada Allah sehingga mesti dilestarikan. Hal ini sejalan dengan kata Ibnu ‘Atha’illah “الفكرة سراج القلب. فاذا ذهبت فلا اضاء له” (As-Sakandari).
Aidin dan aidat yang berbahagia! Seorang muslim yang bijak akan memelihara alam lingkungannya sekuat tenaga dan segala daya karena ia tau bahwa alam raya ini adalah ayat-ayat kauniyah dari Tuhan dan situs kebesaran Ilahi yang disebut tajalli. Ia tidak akan merusak lingkungannya, tidak menggunduli hutan, atau membuang sampah yang berdampak buruk bagi lingkungannya. Sebab, tanaman atau tumbuhan adalah parner manusia dalam mengolah udara menjadi bermanfaat secara mutualis, Manusia membutuhkan oksigen (O2) hasil olahan tumbuhan. Sebaliknya, udara dihirup oleh manusia dan diproduksi menjadi carbon-dioksida (CO2) yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Setiap terjadi interaksi dan relasi simbiosis antara manusia dan tumbuhan. Maka sesungguhnya manusia dan tumbuhan bersaudara karena keduanya seudara yang saling memberi saling menerima. Itulah sebabnya, Nabi Saw. Menyatakan bahwa jika sekiranya akan terjadi kiamat dan ada tunas atau bijian di tangan salah seorang diantara kalian maka tanamlah. Pada hadis yang lain disebutkan bahwa orang menanam tumbuhan (pohon) lalu buahnya dimakan buahnya oleh manusia atau binatang kecuali hal akan menjadi sedekah jariyah bagi menanamnya.
Dalam konteks ini pula, saya hendak mengatakan bahwa jika anda menemukan tunas atau biji tanaman dan ada lahan yang anda bisa tanami maka tanamlah. Kalaupun tidak berbuah namun bisa digunakan berteduh oleh manusia atau makhluk Allah dari teriknya matahari maka bisa jadi hal itu adalah sedekah jariyah yang diridhai oleh Allah dan menjadi sebab datangnya naungan Allah di hari kiamat pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan Allah. Atau bisa jadi pula merupakan investasi sedekah jariyah udara segar yang pahalanya besar di sisi Allah.
Ada pula ulama bijak berkata, jika ada menemukan seekor ayam yang terpisah dari saudara-saudaranya dan induknya maka susulkanlah ia ke induknya. Bisa jadi itu adalah amal yang diridhai oleh Allah Swt. Dan menjadi sebab Anda akan dihimpun dan dipertemukan oleh Allah dengan orang-orang tua dan saudara Anda di dalam surga kelak di hari kiamat. Singkatnya, relasi manusia dengan tumbuhan dan binatang merupakan mitra yang saling memberi dan menerima.
HAKIKAT BERIDUL FITRI
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Dengan beridul fitri, kita harus merenungi dan menyadari bahwa asal kejadian kita adalah tanah: Allah Yang membuat sebaik-baiknya segala sesuatu yang Dia ciptakan dan Dia telah memulai penciptaan manusia dari tanah. (Q.S. As-Sajadah : 7) Kita semua lahir, hidup, dan akan kembali dikebumikan ke tanah. "Dari bumi Kami menciptakan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu untuk dikuburkan dan darinya Kami akan membangkitkan kamu pada kali yang lain". (Q.S. Thaha : 55). Kesadaran bahwa asal kejadian manusia dari tanah, harus mampu mengantar manusia memahami jati dirinya. Tanah berbeda dengan api yang merupakan asal kejadian iblis. Sifat tanah stabil, tidak bergejolak seperti api. Tanah menumbuhkan, tidak membakar. Tanah dibutuhkan oleh manusia, binatang dan tumbuhan -- tapi api tidak dibutuhkan oleh binatang, tidak juga oleh tumbuhan. Jika demikian, manusia mestinya stabil dan konsisten, tidak bergejolak, serta selalu memberi manfaat dan menjadi andalan yang dibutuhkan oleh selainnya.
Bumi di mana tanah berada, beredar dan stabil. Allah menancapkan gunung-gunung di perut bumi agar penghuni bumi tidak oleng – begitu firman-Nya dalam Q.S. An-Nahl : 15. Peredaran bumi pun mengelilingi matahari sedemikian konsisten! Kehidupan manusia di dunia ini pun terus beredar, berputar, sekali naik dan sekali turun, sekali senang di kali lain susah.
Jamaah, jika tidak tertancap dalam hati manusia pasak yang berfungsi seperti fungsinya gunung pada bumi, maka hidup manusia akan oleng, terombang-ambing, dan kacau berantakan. Pasak yang harus ditancapkan ke lubuk hati itu adalah keyakinan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Itulah salah satu sebab mengapa idul fitri disambut dengan takbir. Kesadaran akan kehadiran dan keesaan Tuhan adalah inti keberagamaan. Itulah fithrah atau fitri manusia yang atas dasarnya Allah menciptakan manusia (Q.S. Ar-Rum : 30).
Itulah fithrah, naluri manusiawi. Karena itulah, hubbu al-wathan minal iman, cinta tanah air adalah manfestasi dan dampak keimanan. Tidak heran jika Allah menyandingkan iman dengan tanah air (Q.S Al-Hasyr : 9). Sebagaimana menyejajarkan agama dengan tanah air, Allah berfirman: Allah tidak melarang kamu berlaku adil (memberi sebagian hartamu) kepada siapapun - walau bukan muslim-- selama mereka tidak memerangi kamu dalam agama atau mengusir kamu dari negeri kamu (Q.S. Al-Mumtahanah : 8).
Allahu Akbar, Allah Akbar, Wa Lillahil Hamd. Jamaah sekalian, Allah berpesan bahwa bila hari raya fithrah tiba, maka hendaklah kita bertakbir. Kalimat takbir merupakan satu prinsip lengkap menembus semua dimensi yang mengatur seluruh khazanah fundamental keimanan dan aktivitas manusia. Dia adalah pusat yang beredar, di sekelilingnya sejumlah orbit unisentris serupa dengan matahari, yang beredar di sekelilingnya planet-planet tata surya. Di sekeliling tauhid itu beredar kesatuan-kesatuan yang tidak boleh berpisah atau memisahkan diri dari tauhid, sebagaimana halnya planet-planet tata surya -- karena bila berpisah akan terjadi bencana kehancuran. Kesatuan-kesatuan tersebut antara lain. Pertama, kesatuan seluruh makhluk karena semua makhluk kendati berbeda-beda namun semua diciptakan dan di bawah kendali Allah. Itulah “wahdat al-wujud/Kesatuan wujud” – dalam pengertiannya yang sahih. Kedua, kesatuan kemanusiaan. Semua manusia berasal dari tanah, sejak Adam, sehingga semua sama kemanusiaannya. Semua harus dihormati kemanusiaannya, baik masih hidup maupun telah wafat, walau mereka durhaka. Karena itu: Siapa yang membunuh seseorang tanpa alasan yang benar, maka dia bagaikan membunuh semua manusia dan siapa yang memberi kesempatan hidup bagi seseorang maka dia bagaikan telah menghidupkan semua manusia.“ [Q.S. al-Maidah : 32]
Kesadaran tentang kesatuan dan persatuan itulah yang mengharuskan kita duduk bersama bermusyawarah demi kemaslahatan dan itulah makna “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan”. Jamaah, kesadaran tentang kesamaan dan kebersamaan itu merupakan salah satu sebab mengapa dalam rangkaian idul fithri, setiap muslim berkewajiban menunaikan zakat fitrah yang merupakan simbol kepedulian dan kesalehan sosial serta upaya kecil dalam menyebarkan keadilan sosial. Selain kesatuan-kesatuan di atas, masih banyak yang lain, seperti: kesatuan suami isteri, yakni kendati mereka berbeda jenis kelamin namun mereka harus menyatu. Tidak ada lagi yang berkata “saya” tetapi “kita”, karena mereka sama-sama hidup, sama-sama cinta serta sama-sama menuju tujuan yang sama. Egoisme tidak mendapatkan tempat di tengah kebersamaan dan keragaman.
Akhirnya, mari kita jadikan ‘idul fithri, sebagai momentum untuk membina dan memperkukuh ikatan kesatuan dan persatuan kita, menyatu-padukan hubungan kasih sayang antara kita semua, sebangsa dan setanah air. Marilah dengan hati terbuka, dengan dada yang lapang, dan dengan muka yang jernih, serta dengan tangan terulurkan, kita saling memaafkan, sambil mengibarkan bendera as-Salâm, bendera kedamaian di tanah air tercinta, bahkan di seluruh penjuru dunia. “Ya Allah, Engkaulah as-Salâm (kedamaian), dari-Mu bersumber as-Salâm, dan kepada-Mu pula kembalinya. Hidupkanlah kami, Ya Allah, di dunia ini dengan as-Salâm, dengan aman dan damai, dan masukkanlah kami kelak di negeri as-Salâm (surga) yang penuh kedamaian. Maha Suci Engkau, Maha Mulia Engkau, Yâ Dzal Jalâli wal Ikrâm.
KHUTBAH KEDUA
أللهُ أكبرُ ( 3مرات ) اللهُ أكبرُ كبيرًا والحمدُ للهِ كثيرًا وسبحانَ اللهِ بُكرَةً وأصِيلًا، لاَ إِلهَ إلاَّ اللهُ وحدَهُ، صدقَ وعدَهُ، ونصرَ عبدَهُ، وأعَزَّ جُندَه، وحزمَ الأحزابَ وحدَهُ، لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ ولا نعبد إلاّ إيَّاهُ مخلِصِينَ لهَ الدِّينَ وَلَو كَرِهَ المُشرِكُونَ. الحمد لله الذى أمرنا بالإتحادِ ونهانا عن التفرُّقِ والفسادِ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا عبدُه ورسولُه. عبادَ اللهِ اتّقوا اللهَ وداوِموا على صالحاتِ الأعمالِ، إن الله وملائكتَه يصلون على النبى، يا أيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلِّموا تسليمًا، اللهم صلّ وسلّم وبارك على سيدنا محمدٍ وعلى آله وأصحابه الذين سلكوا سبيلَ الهُدى والتقوَى كما صلّيتَ وسلّمتَ وباركتَ على إبراهيمَ وعلى آله فى العالمين إنَّك حميدٌ مجيدٌ. اللّهمّ أصلِح أُمَّتنَا وأَئِمَّتِنا صَلاحًا تَامًّا واجعلنا هداةً مُهتدين. اللّهمّ اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات إنك سميعٌ قريبٌ مجيب الدعواتِ. ربنا آتنا فى الدنيا حسنةً وفى الآخرة حسنةً وقنا عذاب النار. سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
0 komentar