BLANTERORBITv102

    MEMBERI MAAF & SALING MEMAAFKAN ITU LEBIH UTAMA

    Rabu, 12 Mei 2021

    Penulis: Muhamad Yusuf

    Selamat Berhari Raya Idul Fitri

    Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1442 H/13 Mei 2021 M. Jarak fisik tak menghalangi untuk menyampaikan "Kami Memaafkan Anda Lahir Batin!". Kami pun berharap dan memohon maaf lahir dan batin kepada Anda semua. Diiringi doa, Semoga Allah mengampuni segala dosa dan menerima segala ibadah kita. Aamiin!

    Momen lebaran idul Fitri dan idul Adha merupakan momentum silaturrahim paling massif, terutama masyarakat Muslim Indonesia. Status di media sosial bertaburan dengan aneka kreasi. Pesan utamanya adalah mengucapkan selamat berhari raya idul fitri, permohonan secara maaf lahir dan batin. 

    Sangat jarang ada kalimat yang menyapa dan menyatakan telah memaafkan sebelum yang lain datang memaafkan. Semisal kalimat "Selamat Hari Idul Fitri 1 Syawal 1442 H. Secara pribadi dan bersama keluarga menyatakan telah memaafkan Anda!". 

    Apa bedanya? Ya, bedalah. Kalimat "Mohon Maaf Lahir Batin!" menunjukkan keinginan untuk membebaskan diri sendiri dari dosa kepada orang lain. Sedangkan kalimat "Selamat Hari Idul Fitri 1 Syawal 1442 H. Secara pribadi dan bersama keluarga menyatakan telah memaafkan Anda!" mengirim pesan bahwa saya tidak ingin Anda bermasalah dengan saya.

    Pihak yang meminta maaf merasa memiliki kesalahan dan dosa kepada pihak lain, sehingga ia memohon untuk dimaafkan. Sedangkan pihak yang memaafkan menunjukkan adanya jiwa besar, sifat pemaaf, hati yang bersih. Sebelum orang lain datang meminta maaf darinya, ia terlebih dahulu memaafkan sebelum diminta. 

    Ada kalimat bijak berkata, orang yang tidak memiliki apa-apa tidak bisa memberi apa-apa. Hanya orang yang memiliki sifat pemaaf yang mampu memberi maaf. Jiwa pendendam sulit memaafkan, jiwa pemaaf tidak mendendam.

    MEMAAFKAN

    Ternyata sikap memaafkan adalah sikap paling terpuji, sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al-Imran ayat 134 yang terjemahnya:

    “… orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

    Di dalam hadis dijumpai riwayat/hadis dari Abu Hurairah berkaitan dengan tiga perkara yang di luar yang tampak. Hadis lengkapnya berbunyi, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah Swt. akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya’.” (HR Muslim no 2588).

    Berikut ini beberapa ayat al-Qur'an tentang memaafkan yang penting untuk dijadikan sebagai pegangan dalam kehidupan sosial kita di masyarakat.

    وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

    Banyak di antara Ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu menjadi kafir kembali setelah kamu beriman, karena rasa dengki yang ada dalam diri mereka setelah tampak jelas kebenaran bagi mereka. Maka maafkanlah dan berlapang dadalah, sampai Allah memberikan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. – (Q.S Al-Baqarah: 109)

    وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ * الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

    Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan meraih surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang bertakwa, (133) (yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan, (134) – (Q.S Ali Imran: 133-134)

    فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

    Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal. – (Q.S Ali Imran: 159)

    Berdasarkan dalil-dalil naqli tersebut memaafkan itu lebih utama. Pemaaf lebih layak mendapatkan ampunan Allah. Hanya orang-orang yang pemaaf yang selalu dapat memaafkan.

    KISAH SAHABAT AHLI SURGA

    Lakukan amal ringan ini sebelum tidur. Tidak butuh waktu lama. Bahkan bisa dilakukan sambil berbaring. Fadhilah-nya luar biasa; masuk surga. Sudah dibuktikan oleh sahabat Nabi Saw.

    Kisahnya diabadikan Abdullah bin Mubarok rahimahullah dalam kitab Zuhud. Diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ketika para sahabat sedang duduk-duduk bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba beliau bersabda: “Sebentar lagi akan datang seorang penghuni surga.”

    Para sahabat tentu penasaran, siapa gerangan yang dijamin masuk surga itu. Tak lama kemudian, seorang laki-laki Anshar lewat di depan mereka sambil menenteng sandal. Air wudhu tampak masih membasahi janggutnya.

    Besoknya, Rasulullah bersabda dengan sabda yang sama. “Sebentar lagi akan datang seorang penghuni surga.”

    Para sahabat memperhatikan, siapa yang akan datang. Sungguh beruntung ia telah dijamin masuk surga oleh Rasulullah Saw.

    Tak lama kemudian, datang kembali laki-laki yang sama dalam kondisi yang sama dengan kemarin.

    Besoknya lagi, Rasulullah juga bersabda. “Sebentar lagi akan datang seorang penghuni surga.” Dan lagi-lagi, yang muncul adalah laki-laki yang sama.

    Abdullah bin Amr bin Ash penasaran amal apa yang dilakukan oleh laki-laki tersebut hingga sudah dijamin masuk surga oleh Rasulullah. Putra Amr bin Ash itu pun minta izin untuk menginap di rumahnya.

    Tiga hari tiga malam di rumahnya, Abdullah bin Amr bin Ash tidak menemukan suatu amal yang istimewa. Sholatnya biasa, dzikirnya biasa, bahkan qiyamul lailnya tidak.

    Karena sudah tiga hari dan tidak berhasil menemukan amal istimewa, Abdullah bin Amr berpamitan hendak pulang.

    “Wahai saudaraku, sebenarnya aku tidak sedang bermasalah dengan orang tuaku. Hanya saja aku mendengar Rasulullah selama tiga hari berturut-turut menyabdakan, ‘Sebentar lagi akan datang seorang penghuni surga.’ Ternyata engkau yang muncul selama tiga kali berturut-turut itu. Karenanya aku menginap di rumahmu untuk mengetahui amalan apa yang engkau lakukan, sehingga aku dapat mengikuti amalanmu. Aku tidak melihatmu mengerjakan amalan istimewa. Sebenarnya amalan apakah yang engkau kerjakan sehingga Rasulullah menjaminmu masuk surga?”

    “Seperti yang engkau lihat, aku tidak mengerjakan amalan apa-apa,” kata laki-laki tersebut. “Hanya saja aku tidak pernah mempunyai rasa iri kepada sesama muslim atau hasad (dengki dan iri) terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya.”

    Ternyata itulah amal yang membuatnya dijamin masuk surga. Ia tidak hasad, justru suka memaafkan orang lain. Menjelang tidur, ia memaafkan setiap orang yang bersalah padanya dan ia membersihkan hati dari segala rasa iri. Persis seperti doa orang-orang yang dipuji Allah:

    رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

    “Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Hasyr: 10)

    Amalkan amal ringan sebelum tidur ini. Ringan bukan berarti mudah dilakukan, namun tidak mengharuskan kondisi fisik tertentu, bahkan bisa sambil berbaring. Maafkan setiap orang dan bersihkan diri dari segala rasa iri. Jangan membawa dendam kedalam tidur dan mimpi! Tidurlah setiap malam dalam kondisi tanpa dendam dan tanpa rasa iri. Insya Allah surga menanti. 

    SALING MEMAAFKAN

    Saling memaafkan berarti kedua belah pihak atau masing-masing pihak memberi maaf. Biasa pula didahului dengan meminta maaf dari masing-masing pihak. Selanjutnya, responnya masing memberi maaf. Mereka menghilangkan jejak luka dalam hati. Secara lahiriyah, mereka saling berjabat tangan, dan secara batiniyah mereka saling menghapus jejak luka dan goresan dalam batin. Itulah maaf lahir & batin.

    Al-Barra' meriwayatkan bahwa Rasulullah & bersabda,

    "Tidaklah dua orang muslim yang berjumpa, lalu salah satunya mengucapkan salam kepada temannya dan memegang tangannya, pasti Allah akan menggenggam tangannya. Begitu keduanya berpisah, Allah telah mengampuni mereka. ” (HR. Ahmad).

    Mushafahah adalah (bersalaman) kedua belah pihak yang memiliki makna saling memaafkan dan mempererat kedekatan. Lafal musyarakah (saling proaktif memaafkan dan meminta maaf).

    Secara historis,  berjabat tangan sudah dikenal umat manusia sejak masa yang sangat lama. Maknanya tidak berubah dari zaman ke zaman, yakni untuk menunjukkan  rasa saling sepakat dan hormat akan harkat dan martabat masing-masing. Bahkan dalam koin Romawi terlukiskan tangan yang saling bersalaman sebagai simbol saling setia dan percaya di antara mereka.

    Akan tetapi, kondisi pandemi Covid-19 mengubah keadaan dan status hukum. Hadis di atas berlaku berdasarkan konteksnya. Sebab yang berubah adalah teknik saling memaafkan, yaitu berjabat tangan. Namun, substansi tetap berlaku, yaitu niat dan maksud untuk saling memaafkan.

    Sebelum masa pandemi Covid-19, suasana lebaran id seperti ini dirayakan dengan saling mengunjungi, berjabat tangan, hingga cipika cipiki. Hal itu berubah dengan keharusan menjaga jarak. Apalagi larangan mudik untuk mencegah penyebaran Covid-19 secara massif. Namun memaafkan tidak dibatasi oleh jarak. Sifat pemaaf tak diubah oleh kondisi apapun. Dari jarak jauh pun kita dapat memberi maaf dan saling mendoakan.

    PENUTUP

    Meminta maaf, saling memaafkan, atau memaafkan adalah perbuatan terpuji. Meminta maaf terlebih dahulu merupakan sifat rendah hati mengakui kesalahan dan kelemahan. Saling memaafkan merupakan sifat kesatria untuk mengakhiri kemungkinan adanya dendam. Sedangkan memberi maaf, baik ketika diminta maupun tidak, menunjukkan kelembutan dan kemurahan hati.

    Bahkan ada sikap yang lebih tinggi lagi yaitu memohon ampunkan orang lain kepada Allah Swt. baik diketahui maupun tidak diketahui, laki-laki maupun perempuan, yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Singkatnya, hubungan silaturrahim orang muslim tidak dibatasi oleh jarak duniawi bahkan tak dibatasi oleh kematian.

    Wallahu A'lam