Mudik Lebaran di Indonesia
Mudik lebaran hari raya id bagi umat Islam Indonesia memiliki sejarah panjang. Masyarakat Indonesia yang terkenal sebagai perantau, mereka menjadikan momentum lebaran idul fitri untuk pulang ke kampung halaman mereka. Keadaan alam Nusantara (Indonesia) sebagai negeri kepulauan membuat masyarakatnya menjadi perantau untuk mengarungi kepulauan. Mereka menjadikan momentum lebaran untuk balik bersua dengan keluarganya di momen fitri.
Mudik merupakan salah satu tradisi tahunan masyarakat Indonesia yang terjadi saat hari raya besar di Indonesia, salah satunya hari raya Idul Fitri. Di setiap tahun orang-orang berbondong-bondong pulang untuk bertemu keluarga di kampung halaman. Fenomena tahunan ini sudah terjadi di Indonesia sejak puluhan tahun lalu. Namun, tahun Ini dilarang karena Pandemi Covid-19 yang masih mencekam.
Saya bersama keluarga kecil pun termasuk yang tidak terpisahkan dari tradisi mudik lebaran itu. Sejak tahun 1994 saya ke Makassar hingga sekarang (2021) dan selama itu pula saya selalu mudik lebaran setiap tahun. Ada kalanya saya pulang berlebaran bersama keluarga di kampung. Ada kalanya pula pulang sehari atau dua hari setelah lebaran. Sesekali jika saya tau bahwa saya tidak bisa pulang setelah lebaran maka saya pulang beberapa hari menjelang hari lebaran.
Kebiasaan mudik tersebut, pada ini akan terganggu disebabkan adanya larangan mudik lebaran beberapa hari sebelum dan setelah lebaran. Beruntung keluarga di kampung sangat mengerti keadaan itu. Meski begitu kami berencana akan mudik begitu masa pelarangan mudik sudah berakhir. Hal ini demi mewujudkan kemaslahatan yang lebih besar. Upaya pemerintah untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 tentu harus didukung sepenuhnya.
Makna Mudik
Mudik berasal dari Bahasa Jawa Ngoko berarti “mulih disik” yang dalam bahasa Indonesia berarti pulang kampung. Jadi, secara epistemologis, mudik berarti pulang ke kampung halaman. Sehingga, bisa diartikan bahwa mudik merupakan suatu perjalanan pulang ke kampung halaman dalam kurun waktu tertentu untuk bertemu dengan keluarga dan sanak saudara di kampung halaman.
Lalu, kadang menjadi guyonan (lucu-lucuan), perantau yang jarang pulang kampung bisa lupa kampung halamannya. Lupa halaman berapa. Kerinduan kepada kampung halaman bagi perantau menjadi ciri tersendiri. Pulang kampung inilah yang sering dimaknai dengan istilah 'mudik'.
Secara kultural, id berarti pulang. Dalam prakteknya, idul berarti pulang kampung. Secara maknawi (hakiki), berarti kembali kepada kondisi awal tatkala ia diciptakan, yaitu kondisi fitri (suci). Sebab, orang yang telah berpuasa dengan dasar iman dan optimisme akan ampunan, rahmat, dan ridha Allah maka ia menjadi suci (fitri) layaknya bayi yang baru dilahirkan
Namun dalam konteks tersebut, mudik lebaran lebih bermakna kultural, yaitu pulang ke kampung halaman di momen lebaran idul fitri. Maka, tidak heran jika setiap menjelang momen idul fitri tiba, setiap kali itu pula para perantau berebut untuk mendapatkan tiket pesawat, kapal laut, kreta, dll. untuk perjalanan pulang ke kampung halaman.
Di samping itu, banyak orang memaknai kata mudik berasal dari budaya di Indonesia. Seperti dikemukakan sebelumnya, hal ini sering dikaitkan dengan bahasa jawa yang berarti “mulih disik” atau dalam bahasa Indonesia pulang dulu. Selain itu dalam bahasa Betawi kata mudik berarti udik atau kampung.
Terlepas dari istilah dan pemaknaan tentang kata mudik, tradisi pulang kampung saat lebaran memang telah menjadi acara tahunan bagi masyarakat Indonesia. Lantas bagaimana sebenarnya sejarah mudik lebaran di Indonesia? Apa pula hakikatnya? Mari kita mendekati jawabannya.
Sejarah Mudik Lebaran
Sebenarnya tradisi mudik sudah berjalan sejak zaman Kerajaan Majapahit. Pada zaman dahulu, para perantau pulang ke kampung halaman untuk membersihkan makam dan berziarah ke makam para leluhurnya. Pulang ke kampung tidak hanya karena hendak menyambung silaturrahim dengan sanak famili yang hidup, melainkan juga menziarah dan mendoakan leluhur mereka yang telah wafat.
Selanjutnya, sekitar tahun 1970-an baru berkembang istilah 'mudik' di Indonesia. Ketika itu Jakarta menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang dianggap paling maju dari kota lainnya di Indonesia. Sehingga, banyak sekali orang-orang desa atau kampung yang merantau ke Jakarta, setelah itu lahirlah istilah mudik yang berarti pulang ke kampung halaman.
Tentunya tradisi mudik lebaran tidak lepas dari momentum hari libur lebaran, sehingga hal ini dimanfaatkan para perantau untuk kembali ke kampung halaman. Seiring berjalannya waktu tradisi ini berkembang menjadi sebuah fenomena di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari peran penting media masa yang turut berkontribusi dalam mem-branding tradisi mudik itu.
Larangan Mudik di Indonesia
Terbitnya berdasarkan Surat Edaran Mendagri tentang larangan mudik lebaran idul fitri membuat masyarakat Indonesia, perantau dan sanak keluarga di kampung merasakan ada momen membahagiakan di hari raya ini yang hilang. Pasalnya, momentum lebaran id merupakan momentum tahunan yang dirindukan. Begitu ada pelarangan mudik oleh pemerintah mengubah kultur yang sudah mengakar.
Mudik lebaran merupakan salah satu momentum paling ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia, terlebih mereka yang merantau. Tak jarang fenomena ini menjadi peristiwa yang mengharukan bagi setiap orang. Terlebih bagi orang yang sudah lama tidak bertemu dengan keluarga dan sanak saudara di kampung.
Pelarangan mudik adalah bagian dari sejarah mudik lebaran di Indonesia. Di tahun ini mudik lebaran dilarang oleh Pemerintah yang terkait langsung dengan sejarah Pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan untuk menghentikan penyebaran Pandemi Covid-19 di Indonesia. Sehingga, untuk menghentikan penyebarannya, Pemerintah membuat peraturan untuk menunda mudik di tahun 2020 ini.
Di samping itu, ternyata mudik juga sebelumnya juga pernah terjadi di Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1946, di mana pada saat itu kondisi politik di Indonesia belum stabil. Belanda dan Inggiris masih menguasai beberapa kota besar di Jawa. Sehingga, untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan maka mudik pada tahun itu tidak dilaksanakan.
Kemudian mudik lebaran kembali tidak dilaksanakan pada tahun 1962. Peristiwa ini terjadi karena pada saat itu pemerintah Indonesia sedang memusatkan seluruh tenaga untuk perjuangan dalam pembebasan Irian Barat. Bahkan presiden Soekarno pada saat itu membuat sebuah amanat setelah menunaikan shalat Idul Fitri di halaman Istana pada 8 Maret 1962.
Kalau lebaran id di tahun 2020 dan 2021 ini mudik lebaran id kembali dilarang karena pemerintah Indonesia untuk berkonsentrasi "musuh yang tak kelihatan" yaitu Pandemi COVID-19. Namun, karena mudik telah menjadi tradisi yang mengakar pada masyarakat, maka berbagai upaya dilakukan oleh para perantau untuk sebisa mungkin pulang kampung di momen dan suasana idul fitri.
Sopir Kreatif & Karangan Mudik
Ini adalah sebuah kisah anekdot untuk menggambarkan betapa larangan mudik telah membuat perantau seolah sulit menerimanya. Mereka tak kehabisan akal.
Mereka tau bahwa penjagaan di perbatasan atau di titik lokasi di mana dilakukan penjagaan. Mereka yang hendak melintas akan disuruh kembali ke awal starnya dan tidak diizinkan melintasi wilayah perbatasan.
Seorang sopir dengan rute Makassar-Pare-Pare berpikir kreatif. Ia berspekulasi mencoba melewati perbatasan Gowa-Takalar.
Namun, dalam perjalanan seluruh penumpang dengan rute Makassar - Pare-Pare protes karena mobilnya malah mengarah ke Gowa.
"Tenang saja, Pak, Bu! Insyaallah kita akan tiba di Parepare" ucapnya santai sambil terus memainkan kemudi.
Begitu tiba di Pintu gerbang Gowa, mobil dihentikan oleh petugas razia mudik. Sang sopir berusaha tetap tenang.
"Dari mana, mau ke mana, Pak?"
"Dari Parepare mau ke Takalar, Pak," ucap sang sopir berusaha sesantai mungkin.
"Mohon maaf, Pak. Mulai hari ini sudah berlaku pelarangan mudik."
"Tapi bagaimana, Pak? Kami sudah berjalan jauh?"
"Nggak ada alasan, silakan putar balik ke Parepare!"
"Tapi, Pak, takutnya kami juga sudah tidak bisa lagi kembali ke Parepare karena dicegat di Makassar."
"Nanti kami buatkan surat pengantar bahwa kalian harus pulang ke Parepare."
"Yess..." teriak batinnya.
Diikuti senyum lebar para penumpangnya.
Catatan:
Narasi cerita di atas tidak persis dengan kejadian riilnya - untuk tidak menyebutnya sebagai cerita fiktif -, namun menggambarkan bahwa budaya mudik lebaran id tidak bisa dipisahkan dari tradisi masyarakat Sulawesi juga, dan bukan hanya di Jawa. Berbagai ikhtiar dan kreasi argumen dibangun untuk bisa mudik kendati di tengah pelarangan mudik untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Ini bukan sopirnya yang kreatif, tetapi pembuat narasi cerita ini yang kreatif. Seolah ini cerita pada sebuah novel. Jangan tanyakan faktanya lagi.
Saya percaya para sopir dan penumpang dasarnya adalah baik. Mereka pun sesungguhnya mengerti maksud dan tujuan pelarangan mudik itu. Namun, mudik lebaran tetap menjadi impian nomor satu. Strategi para sopir yang mirip dengan itu biasa terpaksa dilakukan untuk meloloskan diri, bukan hanya dalam kasus pelarangan mudik. Saya pun punya cerita tentang sopir daerah yang saya tumpangi mobilnya dari kampung ke Makassar saat masih kuliah di S1 di tahun 1996. Mirip dengan cerita di atas. Namun, bukan di sini tempatnya saya ceritakan. Penasaran dengan ceritanya? Jangan mudik dulu.
Bersabar Sejenak
Larangan mudik tidak berlaku selamanya. Sesuai Surat Edaran Pemerintah melalui Mendagri, larangan mudik itu adalah beberapa -h dan +h. Setelah lewat masa pelarangan itu maka Anda boleh pulang. Tentu saja, dengan tetap memakai masker, cuci tangan, dan menjaga jarak.
Pulanglah ke kampung halaman saat batas deadline pelarangan telah berakhir. Atau nanti setelah selesai puasa sunnat 6 di bulan Syawal. Jika Anda pulang kampung, maka tetaplah Anda taati protokol kesehatan. Insyaallah, kami pun akan balik ke kampung setelah masa pelarangan mudik telah melewati batas waktu yang ditentukan. Tentu kami mendukung penuh langkah yang ditempuh oleh Pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
0 komentar