Penulis: Muhamad Yusuf
Dosen UIN Alauddin dan STAI Al-Furqan Makassar
Manggarupi-Gowa, 12-04-2021
Pendahuluan
Andai saja setiap kali manusia melakukan kebaikan langsung dibalas, atau setiap kali mereka melakukan keburukan langsung dihukum maka dunia bukan lagi tempat ujian. Namun, dunia tidak demikian adanya. Bahkan kerap ada pelaku kebaikan seolah keadaannya memperihatinkan. Sebaliknya, betapa banyak pendosa yang hidup berkecukupan bahkan hidup melimpah.
Sepintas lalu, seolah keadaan itu menunjukkan ketidakadilan. Namun, itu karena Allah Maha Pengasih di dunia dan tidak pilih kasih. Beriman atau kafir, semua diberikan rezeki oleh Allah. Itulah bukti bahwa Allah itu Ar-Rahman, Maha Pengasih. Sifat Pengasih ini melekat di dalam sifat-Nya. Namun harap maklum, hidup ini adalah ujian. Sementara, pemeriksaan hasil ujian akan menentukan, siapa sesungguhnya yang layak menerima nikmat yang sesungguhnya. Dan, evaluasi itu dilakukan setelah proses ujian itu berakhir, yaitu kelak di akhirat.
Allah Mengasihi Semua
Jika dunia tempat ujian maka pemeriksaan hasil ujian itu adalah hari akhirat. Pemeriksaan tahap pertama di alam kubur dan nikmat di alam kubur, ada pula azab kubur. Ada mizan (timbangan), ada hisab (perhitungan), dan jaza' (pembalasan). Dalam proses itu, ada sifat Allah yang berlaku, yaitu Ar-Rahim (Maha Penyayang) bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh. Oleh karena itu, selama ujian berlangsung di dunia maka pengawasan super cermat pun berlangsung.
Allah memiliki sifat-sifat yang mulia. Sifat-sifat Allah tersebut dikenal dengan al-Asma al-Husna. Salah satunya Al-Wahhab (Maha Pemberi Anugerah). Allah Maha Pengasih untuk seluruh makhluk-Nya tanpa kecuali. Selama di dunia, seluruh makhluk yang diberi hak hidup juga diberikan fasilitas hidup sebagai ujian.
Tanpa melihat status sosial, suku, tingkat materi, jenjang pendidikan, agama, Allah menunjukkan sifat kasih dan sayangnya kepada semua makhluk hidup di muka bumi. Tidak yang berhak memulai dan mengakhiri kehidupan selain-Nya. Termasuk bom bunuh diri pun diharamkan. Jadi, selama hidup selama itu pula setiap makhluk mendapatkan jaminan kehidupan dari Allah.
Pemberi anugerah ini senantiasa melimpahkan nikmat-Nya, tidak hanya bagi para ahli ibadah, namun juga untuk ahli maksiat. Bagi Allah, jika seluruh manusia menjadi ahli ibadah itu tidak memberi keuntungan apa-apa untuk Allah. Sebaliknya, jika seluruh menjadi ahli maksiat maka itu juga tidak ada kerugian sedikit pun bagi Allah sedikit pun. Allah memberi tanpa menghitung-hitung 'untung-rugi'. Allah Maha Sempurna. Allah memerintahkan ataupun melarang semata-mata untuk kemaslahatan dan kebaikan untuk hamba-Nya.
Perihal maksiat, semua manusia pada dasarnya berpotensi untuk melakukan dosa dan maksiat, sebab Allah telah memberi karunia hawa nafsu. Namun, dengan adanya hawa nafsu itu, bukan berarti manusia seenaknya berbuat dosa dengan harapan Allah pasti memberikan ampunan. Adanya nafsu pada manusia bukan alasan untuk membenarkan kekeliruannya, melainkan nafsu itu sebagai instrumen untuk menguji kualitas iman seseorang.
Sebaliknya, manusia dikaruniai hawa nafsu agar ia kian cerdas mengontrol diri dari dorongan-dorongan jahat dengan mengokohkan keimanan dan ibadah pada Allah. Oleh karena itu, pekerjaan yang tidak pernah usai adalah mengontrol dan mengendalikan hawa nafsu selama hayat masih dikandung badan. Di sinilah inti jihad manusia sepanjang hayatnya.
Kendati banyak manusia yang berbuat dosa, tapi karena sifat Rahman dan Rahim-Nya, Allah tidak ‘membenci’ orang-orang yang mengotori dirinya dengan dosa jika mereka mau kembali membersihkan diri, melakukan perbaikan, juga berjanji setia kepada Allah bahwa mereka takkan pernah mengulangi dosa yang serupa.
Dalam Surah An-Nisa ayat 27-28, Allah Swt. berfirman: “Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.”
Dalam al-Qur'an surah al-Syams ayat ke 9-10.
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q. S. al-Syams [91]: 7-10).
Pada ayat di atas, setelah Allah bersumpah dengan matahari, bulan, siang, malam, langit, dan bumi, Allah bersumpah atas nama jati diri/jiwa manusia dan penciptaannya yang sempurna. Lalu Allah mengilhamkan kefasikan dan ketakwaan ke dalam jiwa/diri manusia. Al-Qurthubi mengatakan bahwa sebagian ulama mengartikan kata ‘nafs’ sebagai Nabi Adam, namun sebagian yang lain mengartikannya secara umum, yaitu jati diri manusia itu sendiri.
Menurut Ibn ‘Asyur, kata ‘nafs’ dalam ayat berbentuk nakirah (tanpa alif lam ta‘rif), ini menunjukkan nama jenis, sehingga mencakup jati diri seluruh manusia. Hal ini serupa dengan penggunaan kata yang sama secara nakirah dalam ayat 5 surat al-Infithar: "Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dikalahkannya. (Q. S. al-Infithar" [82].
Meski demikian, Allah mengampuni mereka berbuat salah dan dosa selama mereka memohon ampun kepada-Nya. Allah Maha Pengampun. Allah tetap memberikan hak hidup dengan memenuhi kebutuhannya. Sa’ad bin Hilal pernah berkata, “Bila manusia (umat Muhammad Saw.) berbuat dosa, maka Allah tetap memberikan empat anugerah padanya, yaitu:
Pertama, ia tidak terhalang untuk mendapatkan rezeki. Kedua, ia tidak terhalang untuk mendapatkan kesehatan badan. Ketiga, Allah tidak akan memperlihatkan dosanya selama di dunia. Keempat, Allah tidak serta-merta menghukumnya.
Empat anugerah tersebut semestinya betul-betul disadari oleh kita—makhluk yang sering terperdaya untuk melakukan dosa, agar malu di hadapan Allah. Malu karena memperoleh dan menggunakan nikmat Allah, tetapi menentang ketentuan Allah.
Malu karena merasakan nikmat Allah tapi ibadah pas-pasan dan malu telah mendapatkan fasilitas gratis dari Allah berupa penglihatan, pendengaran, hati, harta, jabatan, pasangan hidup, tetapi posisi di hadapan Allah belum jelas. Kita layak mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, apakah kita ini hamba-Nya kah? Atau sekedar makhluk-Nya? Atau keduanya? Allah menerangkan tujuan kita diciptakan, yaitu menjadi hamba-Nya.
“Dan tiada Aku ciptakan jin dan manusia, selain untuk beribadah kepadaKu.” (Q.s. Az-Zariyat: 56).
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa kita harus berlomba-lomba mencari perhatian Allah, mencari posisi strategis di hadapan Allah, mencari dan mengejar cinta-Nya—bukan mencari itu semua pada selain-Nya yang berakhir kefanaan. Makna menyembah tidak hanya soal salat, puasa, haji, dll. Menyembah mencakup seluruh ketundukan dan ketaatan terhadap ketentuan Allah.
Keutamaan Umat Rasulullah Saw.
Allah memberi kemuliaan kepada umat Rasulullah Saw. melebihi umat terdahulu. Diriwayatkan bahwa Nabi Adam a.s. telah berkata, “Allah memberikan empat macam kemuliaan kepada umat Muhammad yang tidak Allah berikan kepadaku, yaitu:
Pertama, Allah menerima taubatku di Makkah, sedangkan umat Muhammad diterima taubatnya dimana pun ia berada. Bahkan pintu taubat terbuka selalu untuk umat Muhammad Saw. Bahkan taubat adalah jalan mahabbah. Sesungguhnya Allah mencintai ahli taubat dan orang berusaha mensucikan jiwanya.
Kedua, ketika aku melakukan dosa, Allah menghilangkan pakaianku seketika, sedangkan umat Muhammad tetap diberi pakaian meskipun durhaka pada Allah. Begitu terhormatnya Rasulullah Saw. Meski mereka berdosa mereka tidak ditelanjangi.
Ketiga, ketika aku berbuat dosa, Allah pisahkan aku dengan istriku, sedangkan umat Muhammad ketika ia berbuat dosa, tidak dipisahkan oleh istrinya.
Keempat, aku berbuat dosa di surga, lalu Allah mengusirku dari surga ke dunia, sedangkan umat Muhammad yang berbuat dosa di luar surga, lalu Allah memasukkan mereka ke surga bila mereka mau bertaubat. Pintu taubat selalu terbuka sampai tiba masa di mana roh mereka sampai di tenggorokan saat sakaratul maut.
Itulah empat keutamaan umat Nabi Muhammad Saw. yang manusia pertama saja tidak mendapatkannya. Marilah bersama perbaiki diri agar kita layak mendapatkan nikmat Allah.
Selain empat keistimewaan tersebut, Allah menganugerahkan kepada umat Rasulullah Saw. umur pendek, namun ibadah yang dilakukan nilainya melebihi umat-umat terdahulu yang lebih panjang umurnya . Salah satu diantaranya menurunkan lailatul qadri.
Di momentum Lailatul Qadar tersebut, semua amalan dan ibadah akan dilipatkan pahalanya bahkan melebihi beribadah selama 1000 bulan lamanya. Hanya, datangnya malam Lailatul Qadar dirahasiakan oleh Allah Swt. dimana setiap makhluk tidak mengetahui kapan datangnya malam yang mulia tersebut.
Namun, dari ‘Aisyah r.a. Rasulullah Saw. bersabda, “Carilah lailatul qadar pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari). Hikmah tidak ditetapkan kedatangannya antara lain adalah agar tidak ada spekulasi dalam mencari. Yang pasti Lailatul Qadri itu terjadi di bulan Ramadhan.
Meskipun tidak ada yang tahu kapan datangnya malam Lailatul Qadar, banyak yang menyebut bahwa Lailatul Qadar akan datang di 10 malam terakhir di bulan Ramadhan, pada malam ganjil. Pada 10 malam terakhir itulah, Allah Swt. akan menurukan keistimewaan pada umatnya yang beruntung.
Insyaallah besok, jika tapal batas perjalanan hidup kitabelum finish, maka kita memasuki bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan adalah wujud rahmat Allah Swt. Kalau umat terdahulu panjang-panjang umurnya, umat Rasulullah pendek-pendek, namun Allah melipatgandakan kebaikannya. Bayangkan ibadah satu malam melampaui ibadah 1.000 bulan. Ini adalah anugerah dan rahmat Allah.
Penutup
Karena Allah Maha Pemberi (al-Wahhab) dan Maha Pengasih (Al-Rahman) maka Dia memberi semua rezeki dan fasilitas hidup tanpa kecuali. Dia memberi rezeki kepada mereka, baik yang beriman maupun yang ingkar.
Allah memberi hak hidup kepada makhluknya beserta karunia-Nya. Dia Maha Pemberi dan Penyayang kepada seluruh makhluk-Nya, termasuk kepada manusia. Dia Maha Pengampun. Yang berdosa ditunggu selalu oleh Allah untuk bertaubat hingga tiba masa deadline. Yaitu, ketika rohnya sudah sampai di tenggorokan saat sakaratul maut datang.
Bagi orang yang beriman, dunia adalah tempat ujian. Allah mengawasi seluruh niat, tingkah laku, dan aktivitas mereka. Sementara akhirat adalah tempat untuk menentukan hasil ujiannya. Tahapan pemeriksaan hasil ujian dimulai saat di alam kubur, yaum al-hisab, mizan, yaum al-jaza'.
Puasa adalah sebuah tahapan proses untuk mendongkrak kualitas iman dan takwa para hamba Allah. Semoga puasa kita mampu melampaui batas-batas rutinitas syariat dan naik grafik ke makna yang hakiki dari syariat puasa.
Selamat memasuki bulan Ramadhan 1442 H. Semoga tetap sehat lahir dan batin. Aamiin.
Wallahu a’lam.
0 komentar