Dosen UIN Alauddin dan STAI Al-Furqan Makassar
Samata-Gowa, 05-04-2021
Muqaddimah
Berharap kepada makhluk seringkali hanya mengecewakan. The key to failure is trying to please everyone." (Ed Sheeran). Maknanya bahwa "Kunci kegagalan adalah berusaha menyenangkan semua orang." Yang paling berhak memutuskan pilihan dalam hidup Anda adalah diri Anda sendiri. Orang lain hanya mengomentari, mengkritik, dan jika beruntung Anda akan mendapatkan saran yang bagus.
Segala tanggapan dari orang lain tidak perlu Anda telan mentah-mentah semuanya. Hati-hati, beberapa diantara komentator itu ada yang dsetruktif (berusaha menjatuhkan Anda). Namun, ada pula yang konstruktif (membangun). Saring kritik dan saran yang membangun dan lakukan perbaikan dalam hidup dan pekerjaan Anda. Itu akan membantu Anda dalam bekerja yang bermakna.
Penjelasan ayat ke- 8
Dalam Tafsir as-Sa'di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H {وَإِلَىٰ رَبِّكَ} menjelaskan, "Dan hanya kepada Tuhanmu lah {فَارْغَبْ} hendaknya kamu berharap, dan ini termasuk dalam pengagungan tauhid, karena pengharapan dan menyandarkan diri hanya kepada Allah adalah ibadah, dan ibadah wajib dengan keikhlasan kepada-Nya. Jadi, kalimat وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَب. Berharap-lah hanya kepada pahala dan kasih sayang, pendapat lain mengatakan : berharap-lah hanya kepada-Nya dengan memperbanyak doa, jika kamu telah selesai mengerjakan salat, maka berharap kepada Allah dengan doa dan dzikir kepada-Nya, ikutilah salatmu dengan dzikir setelahnya.
Waktu yang luang adalah nikmat dari Allah, dan pengharapan hanya disandarkan kepada-Nya, Allah berfirman: {إِنَّا إِلَى اللَّهِ رَاغِبُونَ} (sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah) [At-Taubah : 59] , menggantungkan harapan, dan keinginan, dan meluapkan rasa takut hanya kepada Allah semua itu dihaturkan, tidak kepada selain-Nya, Allah berfirman : { وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ } (dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami) [Al-Anbiya': 90]
Berharap Hanya kepada Allah
Dari segi struktur kalimat, pola kalimat ini mendahulukan khabar daripada mubtanda'-nya. Ini lebih menekankan khabar (objek) daripada mubtada' (subjeknya). Ini mengandung makna bahwa hanya kepada Allah berharap, tidak ada yang lain. Serupa dengan pola kalimat اياك نعبد واياك تسثعين (hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan), bukan kepada selain diri-Mu.
Islam mengajarkan umatnya untuk menyegerakan segala urusan. Jangan kau tunda pekerjaanmu dan jangan pula terbuai dengan waktu luang yang datang. Allah Swt berfirman:
فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْۙ – ٧ وَاِلٰى رَبِّكَ فَارْغَبْ ࣖ
“Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), (7) dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (8)” (QS. Asy-Syarh: 7-8)
Prof. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengartikan ayat ini “Maka, Apabila engkau telah selesai, maka (bekerjalah) hingga engkau letih dan hanya kepada Tuhanmu hendaknya engkau berharap.
Lebih lanjut, beliau menyatakan, kata faraghta berasal dari kata faragha yang berarti kosong setelah sebelumnya penuh, baik secara material maupun immaterial. Misalnya, seseorang telah menyelesaikan suatu pekerjaan, kemudian ia memiliki waktu luang sebelum memulai pekerjaan yang lain. Jarak waktu antara selesainya pekerjaan pertama dan dimulainya pekerjaan selanjutnya dinamai faragh.
Melalui ayat ini, Islam memotivasi manusia untuk senantiasa mengisi hari-harinya dengan kesibukan dan aktivitas yang bermanfaat, baik yang menyangkut soal dunia maupun akhirat. Oleh karena itu, apabila berakhir suatu pekerjaan, segeralah mulai pekerjaan yang lain, agar waktu tak berlalu sia-sia.
Istirahat sejenak tentu dibutuhkan, agar pikiran dan mood bisa kembali segar. Namun, jangan sampai kita terjebak dalam waktu luang hingga melalaikan pekerjaan selanjutnya.
Ada kebaikan dalam pekerjaan dan ada kebaikan dalam istirahat. Gunakan keduanya dan jangan abaikan keduanya." Demikian kata Alan Cohen. Istirahat itu berbeda dengan menganggur. Istirahat itu laksana tanda koma dalam sebuah kalimat. Hanya tanda jeda dalam membaca dan bukan titik untuk berhenti.
Jangan pernah menganggap kamu seorang pengangguran. Ada begitu banyak aktivitas yang dapat Anda lakukan. Kesibukan tak melulu tentang pekerjaan yang menghasilkan uang. Ada beragam kegiatan yang dapat Anda lakukan, mulai dari belajar, berolahraga, membaca al-Qur’an, berzikir, membantu orang tua, bersilaturrahim, dan lain-lain.
Disebutkan bahwa Umar bin Khattab r.a. tidak menyukai orang yang menganggur, ia pernah berkata “Saya benci melihat salah seorang dari kalian menganggur, tidak melakukan suatu pekerjaan yang menyangkut kehidupan dunianya, tidak pula kehidupan akhiratnya.
Selagi masih diberi kesempatan hidup, janganlah menganggur, carilah aktivitas dan kesibukan yang bermanfaat, baik untuk modal kehidupan di dunia, maupun untuk bekal di akhirat kelak.
Hal lain yang perlu digarisbawahi, perintah berusaha dan bekerja pada ayat ketujuh lebih dahulu disebut dari pada perintah menggantungkan harapan kepada Allah Swt. Ini menunjukkan bahwa usaha harus diupayakan terlebih dahulu sebelum menggantungkan diri kepada Allah Swt, atau yang sering kita sebut tawakkal.
Ada ungkapan yang terkenal mengenai dua keserasian ini “Belajar/bekerja tanpa berdoa sombong. Berdoa tanpa belajar/bekerja bohong”. Yang bijak adalah berniat ikhlas, berdoa yang khusyuk, bekerja cerdas dan tuntas, dan tawakkal yang total. Sisanya bagian Allah untuk menakar nilainya.
Asy-Syaikh Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Atha'illah As-Sakandari dalam Kitab Al-Hikam Pasal 48, "Jangan mengadu dan meminta sesuatu kebutuhan/hajat selain kepada Allah, sebab Ia sendiri yang memberi dan menurunkan kebutuhan itu kepadamu. Maka bagaimanakah sesuatu selain Allah akan dapat menyingkirkan sesuatu yang diletakkan oleh Allah. Barangsiapa yang tidak dapat menyingkirkan bencana yang menimpa dirinya sendiri, maka bagaimanakah ia akan dapat menyingkirkan bencana yang ada pada orang lain."
Tidak ada memberi mudarat kepada orang orang telah dijamin keselamatannya oleh Allah. Begitu juga sebaliknya, tidak ada yang bisa menyelamatkan seseorang tanpa izin Allah Swt.
Tanpa Rasa & Sikap Sombong
Salah satu adab penghambaan adalah merasa rendah dan lemah di hadapan Allah dan meyakini pusat orbit semua kemuliaan dan kekuatan adalah Allah Swt. Ibadah bertujuan menghilangkan rasa dan sikap takabbur atau membanggakan diri (ujub) dan bersandar kebaikan diri sendiri.
Dalam kitab Al-Hikam dikisahkan, terdapat seorang laki-laki dari kaum Bani Israil yang dijuluki Khali', yakni orang yang gemar berbuat maksiat dan dosa besar. Suatu ketika ia bertemu dengan Abid (ahli ibadah) yang di atas kepalanya selalu terdapat payung mika menaunginya.
Kemudian si Khali' bergumam, "aku adalah pendosa yang selalu berbuat maksiat, aku akan duduk bersanding dengannya, siapa tau dengan demikian aku mendapat rahmat Allah".
Lalu si Khali' duduk menyandingi Abid. Tak disangka, si Abid tidak nyaman berdekatan dengan Khali' dan meninggalkannya dengan sikap penuh keangkuhan.
Lalu Allah mewahyukan kepada Nabi dari Bani Israil dengan firman-Nya "perintahkan kepada Abid' dan Khali' untuk sama-sama memperbanyak amal, Aku benar-benar telah mengampuni dosa Khali' dan menghapus semua amal ibadah Abid.
Kisah di atas mengingatkan kita, sebanyak apa pun ibadah kita, akan sia-sia, jika di dalam hati terdapat sejengkal kesombongan. Sedangkan rasa menyesal terhadap dosa yang sudah kita lakukan, bisa jadi akan mendatangkan rahmat Allah.
Tanpa disadari, banyak di antara kita sering pongah dengan keberhasilan sebuah ibadah. Acap kali di antara kita sering jumawa dengan perbuatan baik yang dilakukan. Padahal, kebaikan yang kita lakukan jika disertai kesombongan, tidak bernilai apa-apa.
Sahabat Ali bin Abi Thalib pernah berkata "Assayyiatu Tasu'uka Khoirun Indallahi Min hasaantin Tu'jibuka" Perbuatan buruk yang menyebabkan kamu sedih dan hina, lebih baik di sisi Allah dari pada perbuatan baik yang menyebabkan kamu sombong".
Dalam Surat Al a'raf ayat 12 Allah telah menggambarkan dengan baik, bagaimana kesombongan menjadikan Iblis terusir dari neraka. Ketika Allah memerintahkan Iblis untuk bersujud, Iblis membangkang, Allah tidak serta merta langsung melaknati iblis tapi Allah masih membuka ruang dialog.
Allah bertanya "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Iblis menjawab, "Saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".
Iblis diusir oleh Allah bukan karena enggan bersujud, melainkan karena sombong. Jika saja Iblis menjawab dengan kerendahan jiwa, bisa jadi Allah masih membuka pintu maaf. Mungkin, jika Iblis menjawab " Ya Allah jika saya bersujud kepada Adam, maka aku takut akan menyekutukan-MU" mungkin bisa jadi Allah akan memaafkan.
Jawaban Iblis yang sombong itulah yang menyebabkan Allah melaknatinya. Kisah di atas memberikan gambaran, bahwa kesombongan adalah sifat yang sangat menjerumuskan. Mahkluk yang sudah di surga saja terusir karena kesombongannga, bagaimana jika kita sebagai mahkluk yang masih jauh dari surga. Al-Mutakabbir hanya layak bagi Allah, tidak layak bagi selain-Nya.
Menyempurnakan Ikhtiar & Proses
Pada umumnya, harapan dan impian butuh proses untuk mewujudkannya. Setiap proses membutuhkan sikap. Sikap terbaik dalam menjalani proses adalah kesungguhan dan kesabaran. Kesabaran itu ada dua macam: sabar atas sesuatu yang tidak kita inginkan dan sabar menahan diri dari sesuatu yang kita inginkan"(Ali bin Abi Thalib).
Dahulu, orang bertanya kepada orang yang dianggap pintar tentang hari baik untuk memulai sesuatu pekerjaan. Tak perlu Anda membantah itu. Akan tetapi, "Kamu tidak perlu hari baru untuk memulai, kamu hanya perlu pola pikir baru." (Hazel Miro Ozbek). Kalau saya, Anda tidak perlu hari baik untuk memulai pekerjaan yang baik. Kamu hanya perlu pikiran yang baik dan cemerlang untuk mewujudkan hasil pekerjaan yang baik dan cemerlang.
Kita juga butuh tahapan. Kita mulai dari yang kecil dan sederhana hingga hal yang paling besar. Ada orang bijak berkata, "Mulailah dengan melakukan apa yang perlu, lalu apa yang mungkin, dan tiba-tiba kamu bisa melakukan yang tidak mungkin." - Francis dari Assisi.
Proses dan tahapan itulah menjadi jalan menuju sukses. Proses akan selalu menjanjikan pengalaman. Sedangkan pengalaman adalah pelajaran penting bagi kita."Setiap pengalaman dalam hidupmu dirancang untuk mengajarimu sesuatu yang perlu kamu ketahui untuk maju" (Brian Tracy).
Rasulullah Saw. bersabda, "Bahwasanya salah seorang di antara kalian mengambil talinya, lalu dia datang dengan membawa seikat kayu bakar, lalu dia menjualnya sehingga Allah memberinya kecukupan dengan itu adalah lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada orang lain, baik mereka mau memberinya maupun tidak." (HR Bukhari).
Bekerja adalah cara memuliakan diri sendiri di hadapan Allah dan di hadapan sesama manusia. Orang yang bekerja dan tidak meminta-minta ia menjadi mulia. Ia bekerja dan berdoa karena mengetahui bahwa bekerja dan berdoa merupakan cara terbaik untuk berharap kebaikan dari Allah.
Khatimah
Berharap hanya kepada Allah, berikhtiar maksimal, bertawakkal yang total kepada Allah serta mengosongkan jiwa dari kesombongan adalah inti dari petunjuk surah al-Insyirah ayat ke- 8 (ayat terakhir). Orang-orang mukmin tidak mengandalkan amalnya, tapi mereka wajib memaksimalkan ikhtiarnya. Mereka beramal menurut tuntunan Allah dengan penuh harap hanya kepada Allah Swt. Semoga ibadahnya menjadi sebab datangnya rahmat, ampunan, dan pertolongan Allah.
Wallahu A'lam
good
BalasHapus