BLANTERORBITv102

    BEBAN PSIKOLOGIS RASULULLAH : SURAH AL-INSYIRAH.

    Kamis, 01 April 2021

    Penulis: Muhamad Yusuf 

    Dosen UIN Alauddin dan STAI Al-Furqan Makassar

    Samata-Gowa, 30-03-2021

    Muqaddimah

    Di dunia ini, yang abadi hanyalah kesementaraan. Dengan kalimat yang lain, di dunia tak ada yang abadi. Jika Anda melihat ada orang bahagia maka kebahagiaannya itu hanyalah sementara. Dalam waktu sekejap saja, keadaan itu berubah menjadi keadaan sebaliknya.

    Begitu pula sebaliknya, orang yang susah hidupnya hari ini boleh jadi besok berubah menjadi bahagia. Orang yang berbahagia bergantung pada keadaan maka ia sulit untuk ia berbahagia. Namun, pada jiwa yang dipenuhi zikir kepada Allah akan senantiasa dalam kondisi jiwa yang stabil. 

    Jangankan kita, Rasulullah Saw. juga mengalami kondisi jiwa yang demikian Tatkala beliau mengalami kondisi galau, maka turun ayat yang memberi harapan dan menghibur beliau. Diantaranya surah al-Insyirah menuntun dan menginformasikan beliau bahwa Allah mengangkat derajatnya dan mengurangi beban beliau.

    Dalam menempuh kehidupan, Anda tentu akan menemui berbagai problem dan kesibukan, baik mengenai pekerjaan, aktivitas, cinta, dan lain sebagainya. Selayaknya tali yang memiliki banyak ikatan, masalah-masalah itu kadang berkumpul dalam satu waktu yang seringkali membuat Anda stres, galau, dan lelah dalam menjalani kehidupan. Sehubungan dengan persolan kehidupan ini, al-Qur’an ikut andil membicarakannya dalam Surat Al-Insyirah.

    Mengenal al-Insyirah

    Surat ini merupakan surat Makkiyyah akhir yang turun menjelang Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah. Pembahasan ayat ini dibagi dalam tiga bagian. Kelompok pertama, atau pada ayat 1-4, membahas seputar beban hidup dan berbagai kesusahannya. Bagian kedua, ayat 5 dan 6  yang memuat tentang bagaimana pembanding antara kesusahan dan kemudahan. Dan yang ketiga, ayat 7 dan 8 memuat sikap yang diambil dalam menjalani kehidupan. Khusus ayat 5-6, saya sudah jelaskan sebelumnya.

    Prof. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa surat al-Insyirah ini turun sebagai penenang bagi Nabi Muhammad. Digambarkan bahwa pada saat itu Nabi sedang memikul beban yang sangat berat, walaupun tidak secara tekstual Al-Qur’an menguraikan beban tersebut, Prof. H.M. Quraish Shihab dalam penafsirannya menganalisa beberapa beban yang sedang dipikul oleh Nabi.

    Kegalauan Nabi Saw.

    Mengapa beliau galau? Para ulama mengidentifikasi penyebab kegalauan tersebut. Pertama, wafatnya istri beliau, Sayyidah Khadijah dan paman beliau, Abu Thalib. Kedua, beratnya wahyu Al-Qur’an yang beliau terima. Dan ketiga, kondisi masyarakat Arab Jahiliah di Mekkah yang menentang dan melakukan tipu-daya kepada dakwah Islam Nabi Muhammad Saw.

    Di antara ketiga hal tersebut, Prof. Quraish lebih condong kepada poin ketiga dimana Nabi merasakan beban psikologis yang diakibatkan keadaan umat yang diyakini beliau berada dalam jurang kebinasaan, dan Nabi Muhammad Saw. belum dapat menemukan solusi yang tepat untuk hal tersebut. Hal ini diungkapkan Quraish Shihab dalam penafsiran Q.S. Al-Insyirah ayat 1-4.

    Sedikit Kesulitan : Banyak Kemudahan

    Penafsiran ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Fakhruddin Ar-Razy dalam Tafsir Kabir-nya yang mengungkapkan bahwa masalah yang sedang membebani Nabi adalah mengenai kefakiran beliau perihal harta yang dijadikan bahan penolakan dan ejekan oleh kaum Jahiliah Mekkah. Karena itu, Ar-Razy pada penafsiran berikutnya, ayat 5 dan 6, mengartikan bahwa kata yusran (يسرا) sebagai dunia dan dan harta merupakan bagian dari dunia, karena itu hendaknya Nabi tidak perlu terlalu memikirkan soal harta, karena kesusahan Nabi di dunia akan berbuah di akhirat kelak.

    Pemaknaan lain disampaikan Ibnu Katsir di Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim dalam Surat al-Insyirah ayat 5 dan 6 dimana makna yang ditekankan lebih pada aspek kebahasaannya. Kata al-‘usr (العسر) pada ayat tersebut disebutkan dalam bentuk mufrad (tunggal) yang ditanidai dengan adanya kata al (ال)  pada kata tersebut dan menjadikan makna satu kesulitan

    Sementara itu, kata yusran (يسرا) dibentuk dengan model nakirah yang memiliki makna banyak atau umum sehingga menjadikan maknanya kemudahan yang banyak atau kemudahan yang tidak terbatas. Dari sini bisa diambil pemahaman bahwa satu hal yang berat atau kesusahan dalam hidup tidak dapat dibandingkan dengan berbagai kemudahan dan keringanan yang telah atau akan didapat.

    Bekerja Tuntas

    Pada bagian ketiga, yakni bagian ayat 7 dan 8 para mufassir memiliki berbagai pendapat. Fakhruddin Ar-Razi mengungkapkan bahwa yang dimaksud pada kedua ayat tersebut adalah perihal ibadah, dengan pengertian bahwa jika kita telah melaksanakan ibadah semisal sholat, maka dipersilahkan untuk melakukan hal lain, contohnya berdoa.

    Penafsiran tersebut sedikit berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Katsir yang memaknai ayat tersebut dengan pengertian jika seorang hamba telah selesai mengerjakan segala gemerlap duniawi maka lalu beribadahlah dengan niat ikhlas dan lapang.

    Meski begitu, tafsir Prof. Quraish cukup unik untuk ditilik dalam melihat kedua ayat terakhir Surat Al-Insyirah ini. Beliau mengungkapkan bahwa kedua ayat tersebut justru memberi anjuran kepada umat muslim untuk menyeimbangkan antara usaha yang sungguh-sungguh dan berdoa kepada Sang Pencipta. Ayat 7 dimaknai Prof. Quraish sebagai anjuran kepada umat muslim untuk selalu memiliki kesibukan dan tidak menyia-nyiakan waktunya. Bila telah menyelesaikan suatu pekerjaan, maka harus melaksanakan pekerjaan lainnya yang belum selesai.

    Sedangkan ayat 8 dimaknai sebagai doa kepada Allah sebagai pelengkap dan satu kesatuan dari usaha yang dilakukan pada ayat sebelumnya. Kedua ayat terakhir ini menjadi pertanda bahwa usaha harus didahulukan terlebih dahulu, setelah itu barulah mencurahkan harapan kepada Allah. Usaha dan doa harus selalu menjadi pegangan oleh manusia, karena betapapun kuatnya potensi yang dimiliki manusia akan selalu memiliki batas. Hanya harapan kepada Tuhan-lah yang dapat menjadikan manusia bertahan menghadapai dilema kehidupan yang kadang begitu pahit dirasakan.

    Kebahagiaan untuk Semua

    Mungkin Anda pernah melihat keluarga yang ideal. Anggota keluarganya semua rukun dan santun. Dari segi materi lumayan. Pendidikan agama dan kearifan nilai budaya menghiasi pola pembinaannya. Seolah tanpa masalah meskipun tentu meyakini bahwa setiap orang dan keluarga punya masalah sendiri-sendiri. Keluarga yang ideal dan bahagia bukanlah tanpa masalah, tetapi keluarga yang mampu mengelola masalah dan menemukan solusi yang tepat sehingga menjadi pembelajaran hidup.

    Saya pernah mendengar percakapan beberapa orang kontraktor. Mereka berdekatan meja dengan saya di sebuah cafe. Mereka berbagi pengalaman. Percakapan berlangsung begitu nyambung dan cair. Menjelang mereka berpisah, mereka berbagai keluh kesah tentang berbagai masalah yang mereka alami. Akibatnya, tiga diantara mereka mempunyai pengalaman hidup yang mirip, yaitu susah tidur di waktu malam padahal mereka merasakan kantuk. Mereka terpaksa mengkonsumsi obat untuk bisa tidur.

    Padahal, sebagaimana diketahui bahwa tidur di malam hari terutama awal sampai tengah malam itu sangat baik bagi kesehatan. Nabi Saw. pun mengajarkan sunnah beliau tidur setelah salat isya dan bangun tengah malam atau sepertiga malam untuk tahajjud. 

    Di tempat terpisah saya menyaksikan sejumlah tukang bangunan yang beristirahat di siang hari 12:00-1300. Setelah mereka menikmati nasi bungkus, mereka.merebahkan badan di atas papan yang tampak terkena debu. Dalam waktu sekejap saja, mereka tertidur sambil ngorok . Pulas seolah hidup tanpa beban. Padahal kita tahu dan mungkin bisa membandingkan antara penghasilan kontraktor dan buruh bangunan. Tapi, bukan itu. Ketenangan batin ternyata tidak bisa diukur dengan materi. Sesungguhnya kebahagiaan itu untuk semua.

    Penutup

    Berdasarkan uraian Q.S. Al-Insyirah, dapat dipahami beberapa poin penting, dimana dalam kehidupan manusia pasti mengalami berbagai problem kehidupan. Namun juga perlu disadari bahwa bersamaan dengan datangnya kesulitan dalam hidup, pasti ada sejumlah kemudahan yang selalu mengimbanginya, dengan cara menyelesaikan satu persatu permasalahan tersebut. Seperti tali yang ikatannya rumit, tidak akan bisa dilepas jika tidak diurai satu persatu. Setelah melakukan usaha yang sebaik mungkin langkah berikutnya adalah berdoa kepada Sang Pemberi Kehidupan agar diberi kehidupan dan hasil yang lebih baik.