Oleh: Muhammad Yusuf,
Dosen UIN Alauddin dan STAI Al-Furqan Makassar
Samata-Gowa, 04-03-2021
CATATAN PENDAHULUAN
Pada tulisan sebelumnya, saya telah menulis tentang tanggapan dan apresiasi atas pencabutan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal dan secara khusus pemberian izin investasi Penanaman Modal Usaha Miras yang beralkohol.
Kali ini saya bermaksud menunjukkan bahwa penetapan status hukum haramnya khamar (miras) itu melewati proses panjang dan beberapa tahapan. Tahapan itu menunjukan metode Islam (Al-Qur'an) dalam menghadapi perubahan kultur yang telah lama berlangsung dan mengakar pada masyarakat Arab. Pengetahuan tentang tahapan yang begitu panjang dimaksudkan agar kita menyadari tidak mudah mengeluarkan manusia dari jebakan budaya mabuk-mabukan.
Hal itu juga bertujuan untuk menunjukkan bahwa Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal dan secara khusus pemberian izin investasi Penanaman Modal Industri Usaha Miras yang beralkohol itu adalah kebijakan yang memutar balik jarum sejarah ke masa jahiliyah dan awal kedatangan Islam. Indonesia hampir terjebak masuk ke dalam kondisi itu. Beruntung umat Islam bersama pihak yang menolak Perpres tersebut, dan akhirnya Presiden Jokowi mencabutnya.
KHAMAR (MIRAS)
1. Pengertian
Dalam Kitab Lisan al-‘Arab, khamr secara bahasa adalah sesuatu yg memabukkan & dihasilkan dari perasan anggur. Fairuz Abadi (w 817 H) dalam Kamus Al-Muhith mengartikan khamr tidak jauh berbeda dg Ibnu Mandzur ( w 711 H). Namun, ia menambahkan bahwa khamr itu lebih umum, bukan hanya dari perasaan anggur saja. Ini, menurutnya, adalah pendapat yg paling benar.
Dalam Kamus Al-Muhith disebutkan, “Khamr adalah sesuatu yang memabukkan dan diproduksi dari perasan anggur atau dari selainnya. Pendapat yg paling benar adalah khamr tsb bisa dihasilkan dari perasan apa saja & bukan hanya dari perasan anggur semata.
Khamar (khamr) berasal dari kata khamara –yakhmuru atau yakhmiru yang secara etimologi berarti tertutup, terhalang, atau tersembunyi.Dikatakan khamar karena dampak buruk yang ditimbulkan adalah menutup akal dam menghalangi dari kebenaran, dan menyembunyikan fungsi akal sehingga tidak tampak dengan jelas.
Secara terminologis, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama fiqh. Menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad, khamr adalah minum minuman yang memabukkan baik minuman tersebut dinamakan khamr maupun bukan khamr, baik berasal dari perasan anggur maupun berasal dari bahan-bahan yang lain. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, khamr adalah minuman memabukkan yang hanya terbuat dari anggur, sedangkan minuman memabukkan lainnya yang mana tidak terbuat dari anggur bukanlah khamr menurutnya.
Meminum khamar merupakan kebiasaan dan konsumsi utama orang-orang Arab pra Isl dan masa awal kedatangan Isl. Mereka menjadikannya sebagai minuman harian yang dianggap bermanfaat dan berfaedah bagi badan. Minum khamar bagi orang-orang Arab itu lebih kurangnya seperti minum kopi bagi orang-orang Aceh di zaman ini.
Kalau hampir semua orang Aceh ada simpanan bubuk kopi di rumahnya, maka dapat dipastikan hampir seluruh rumah orang-orang Arab dulu kala juga menyimpan khamar sebagai minuman andalan mereka yang sangat terhormat kalau disajikan kepada para tamu yang berkunjung ke rumah mereka.
2. Hakikat khamar
Dari Ibnu ‘Umar r.a. Rasulullah Saw. bersabda
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَمَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ فِى الدُّنْيَا فَمَاتَ وَهُوَ يُدْمِنُهَا لَمْ يَتُبْ لَمْ يَشْرَبْهَا فِى الآخِرَةِ
“Segala sesuatu yang memabukkan itu khamar. Segala sesuatu yang memabukkan itu haram. Siapa saja meminum khamar di dunia lalu ia meninggal dunia dalam keadaan kecanduan dan tidak bertaubat, maka ia tidak akan meminum khamar (yang penuh nikmat) di akhirat.” (HR. Muslim, no. 2003).
Minuman khamar sebagaimana yang digambarkan di atas merupakan minuman rutin dikonsumsi dan dihidangkan bangsa Arab dahulu, baik sebelum maupun setelah Islam datang. Karena sifatnya berbahaya bagi tubuh konsumen, maka Allah melarangnya dan para peminumnya dalam hukuman hudud dicambuk 40 kali di zaman Rasulullah dan 80 kali di zaman Umar bin Khattab.
Pada zaman sekarang ini, jenis minuman khamar sudah sangat beragam sehingga sangat mudah untuk dikonsumsi dan dihidangkan seseorang pecandu atau pemula minum khamar. Karena mengakarnya budaya minuman khamar, maka untuk mengubah kebiasaan itu dibutuhkan proses dan tahapan. Itu sebabnya penetapan status hukumnya menempuh tahapan hingga empat kali tahapan.
3. Bahaya Khamar
Nabi Muhammad Saw. juga menyatakan khamr (miras) adalah ummul kabair (induk dari segala kejahatan) sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barang siapa meminumnya, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya.” (HR ath-Thabrani).
Dengan redaksi yang sedikit berbeda, Abdullah bin Amr meriwayatkan, bahwa Nabi SAW bersabda, "Khamr adalah induk dari segala kejahatan, barang siapa meminumnya, maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari, apabila ia mati sementara ada khamr di dalam perutnya, maka ia mati sebagaimana matinya orang Jahiliyyah.” (HR ath-Thabrani).
Berdasarkan riwayat tersebut, khamar itu pintu gerbang berbagai jenis kriminal. Bila pintu ini dibuka maka beberapa kejahatan lainnya akan menyusul. Atau khamar diandaikan hulu kejahatan akan mengalir berbagai kejahatan. Begitu juga jika kejahatan itu diandaikan pohon maka pangkal kejahatan itu adalah khamar. Hadis di atas menggunakan diksi 'ummu' induk.atau ibu. Karena hanya induk/ibu yang melahirkan. Artinya, khamar itu akan melahirkan banyak kejahatan lainnya.
TAHAPAN PENETAPAN HUKUM KHAMAR
Kultur dan tradisi yang mengakar kuat dan telah berlangsung lama secara kolektif dalam suatu masyarakat akan sulit mengubahnya. Untuk mengubahnya, dibutuhkan pendekatan-pendekatan dan langkah yang tepat. Untuk mengubahnya memerlukan proses dan tahapan. Dalam rangka mengubah kultur mabuk-mabukan orang Arab pra Islam yang terbawa hingga permulaan Islam, Al-Qur'an menempuh tahapan-tahapan.
Tahap pertama
Pada tahap ini Al-Qur'an hanya menyinggung bahwa buah anggur dan kurma itu sumber bahan baku khamar yang memabukkan. Di sisi lain, Al-Qur'an menginformasikan bahwa pada dasarnya anggur dan kurma itu merupakan sumber rezeki (perekonomian) yang baik.
Dengan pola pengungkapan itu manusia diajak berpikir intuk memilih. Apakah ia tetap menjadikan sebagai bahan baku yang diolah menjadi minum yang memabukkan. Atau, menjadikan sebagai sumber perekonomian yang meningkatkan taraf perekonomian mereka. Al-Qur'an mengungkapkan dengan sangat halus
وَمِن ثَمَرَٰتِ ٱلنَّخِيلِ وَٱلْأَعْنَٰبِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا ۗ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَةً لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
"Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti". (Qs. An-Nahl: 67).
Pada ayat tersebut belum larangan terhadap khamar. Ini dimaknai sebagai tahap sosialisasi.
Tahap Kedua.
Pada tahap ada peningkatan informasi. Namun ini masih tahap sosialisasi belum ada larangan. Yang berbeda dari tahap pertama dengan tahap ini adalah pada tahap kedua ini adalah adanya informasi yang memberi pertimbangan rasional. Al-Qur'an menyebut dalam khamar ada banyak manfaat. Orang-orang Arab menggunakan logika atau argumen pembenaran bahwa khamar mempunyai sisi manfaat. Namun, Al-Qur'an memberi argumen perbandingan yang lebih baik. Dibanding sisi manfaatnya, khamar sisi mudarat (dampak negatifnya) lebih besar daripada sisi maslahatnya.
Allah Swt menerangkan hal tersebut dalam QS. Al-Baqarah ayat 219.
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir." (Qs. Al-Baqarah: 219).
Ayat belum menyatakan larangan dan status hukum khamar itu. Alquran tidak menyebutkan bahwa khamar itu haram atau halal.
Tahap Ketiga
Pada tahap ini belum ada larangan tegas terhadap perbuatan memproduksi ataupun mengkonsumsi khamar. Yang ada adalah larangan mendekati salat (maksudnya tempat salat: masjid, mushalla, langgar) dalam kondisi mabuk.
Menurut suatu riwayat, terjadi suatu peristiwa di zaman Rasulullah Saw. Kala itu, Abdurrahman bin ‘Auf pernah mengundang Ali dan beberapa sahabatnya untuk makan. Termasuk hidangan yang disajikan adalah Khamar. Hingga akhirnya membuat kesadaran mereka terganggu, setelah meminumnya.
Kesadaran mereka terganggu berlangsung sampai mendekati waktu salat. Pada saat itu Ali diminta menjadi imam dengan keadaannya yang sedang dalam pengaruh khamr. Akibatnya, bacaan surah Al-Kafirun yang ia bacakan menjadi salah dan kacau.
Dari peristiwa ini, turunlah ayat yang mengharamkan khamar. Sebagaimana dijelaskan dalam Surah An-Nisa ayat ke 43 yang sekaligus diidentifikasi sebab nuzul ayat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun"
Tahap Keempat
Pada tahap ini, beberapa kelompok perbuatan dan kultur masyarakat Arab yang dinyatakan terlarang, salah satunya adalah meminum khamar.
Hingga akhirnya pada suatu hari, terjadi peristiwa yang menyebabkan sahabat Nabi bertikai dan membuat salah satu terluka karena pengaruh khamar. Sebagai responnya, turunlah surah Al-Maidah ayat 90. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam melaksanakan syariat itu bertahap.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Ayat inilah yang menegaskan tentang status hukum meminum khamar. Sejak turunnya maka status hukum perbuatan berkaitan dengan khamar adalah haram. Termasuk membuat izin, memproduksi, mengiklankan, berinvestasi modal usaha khamar, mengkonsumsi, menjalankan usaha, dll. haram hukumnya.
Ketika sampai pada akhir ayat 91, maka mereka berkata, “Kami telah berhenti sama sekali ya Tuhan kami.” (Muhammad Rasyid Ridhā, Tafsīr al-Manār (Beirut: Dār al-Ma’rifah, 1414 H/ 1993 M), jilid II, hlm. 321; Wahbah al-Zuhaylī, At-Tafsīr al-Munīr, ibid., hlm. 640).
Dari riwayat di atas dan riwayat-riwayat lain, jelaslah bahwa pengharaman khamar itu tidak dilakukan sekaligus, tetapi melewati empat tahapan dari yang paling ringan kepada yang paling berat.
Pentahapan ini dilakukan sebagai bagian dari metode dan strategi untuk mencapai keberhasilan dalam mendidik dan mengubah kebiasaan dan tradisi yang sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat. Kemudian juga memudahkan mereka untuk mengubah kebiasaan buruk setahap demi setahap, sehingga akhirnya mereka tidak sulit untuk menghentikannya.
CATATAN IMPLIKASI
Di tengah upaya mendorong industri halal, kita juga sedang menghadapi kondisi yang kontradiktif dengan terbitnya Perpres No. 10 Tahun 2021 yang baru saja dicabut. Padahal, di sisi lain pemerintah terus mendorong industri halal dalam negeri agar bisa bersaing di kancah internasional. Apalagi, pemerintah juga sudah membentuk Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 28 tahun 2020.
Dalam hal ini, tampak Pemerintah dalam kepanikan ketika menerbitkan lagi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal dan secara khusus pemberian izin investasi Penanaman Modal Usaha Miras yang beralkohol itu mendapat penolakan terutama dari umat Islam karena tidak ada perbedaan pendapat mengenai status hukumnya, yaitu haram.
Perpres No. 10 Tahun 2021 ini lahir tanpa sosialisasi. Kalaupun disosialisasikan akan tetap mendapat penolakan secara mutlak dari seluruh umat Islam Indonesia, sebab soal miras sudah final hukumnya, haram. Kalau pun dipaksakan maka akan menimbulkan kekacauan nasional dan hanya akan merusak hubungan antara ulama dan umara'. Karena itu, lebih baik tidak pernah ada lagi upaya untuk melegalkan miras. Lebih pemerintah berpikir membangun ekonomi yang lebih sehat.
Penerbitan Perpres tersebut bertentangan komitmen melawan narkoba. Narkoba dan miras merupakan dua jenis produk yang menimbulkan dampak buruk yang serupa terhadap kesehatan akal. Karena itu, perbuatan yang berkaitan khamar dan sejenisnya adalah haram. Hal ini bertujuan memelihara akal dan agama. Sebab, agama dan akal tidak bisa dipisahkan. Rusaknya akal menyebabkan rusaknya agama. Sebab agama dan akal tidak terpisahkan. Tidak agama bagi orang yang tidak berakal.
Memelihara akal (hifdzul aql) merupakan salah satu tujuan utama Islam. Umat Islam diharuskan menjaga akal sehat dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga umat Islam diwajibkan untuk mencari ilmu dan pengetahuan untuk mendapatkan wawasan yang cukup sebagai bekal dalam mengarungi kehidupan dan terhindar dari godaan dunia.Sebaliknya, setiap muslim wajib mencegah hal+hal yang dapat merusak kesehatan akal, termasuk miras dan sejenisnya. Pemerintah wajib menjaga dan melindungi seluruh warganegara dari setiap aktivitas ekonom yang berdampak buruk.
Karena khamar disebut perbuatan setan, maka ini akan terus ada hingga kiamat tiba. Upaya-upaya menjebak dan menjerumuskan manusia harus diantisipasi. Dicabutnya Perpres No. 10 Tahun 2021 ini tidak berarti sudah selesai. Khamar merupakan program jangka panjang Iblis. Bukan Presiden, justru Presiden Jokowi sudah insaf' dan mencabutnya. Kita berterimakasih karena beliau sudah mencabut.
Bila izin penanaman modal industri usaha miras disahkan maka akan menjadi pangkal dari berbagai kejahatan turunannya. Dan, itu ancaman bagi generasi bangsa. Itu sangat kontradiktif dengan program revolusi mental yang menjadi alat kampanye Presiden Jokowi. Saya yakin beliau bertekad yang baik untuk membangun Indonesia sesuai dengan janji dan sumpahnya. Masyarakat dan tokoh-tokoh ormas, MUI, serta partai politik masih terus diharapkan menjadi kontrol terhadap kebijakan pemerintah.
Wallahu a'lam bish shawab.
0 komentar