BLANTERORBITv102

    RAZIA DI SEKOLAH

    Rabu, 17 Maret 2021

     Penulis: Muhamad Yusuf 

    Dosen UIN Alauddin dan STAI Al-Furqan Makassar

    Samata, 18-03-2021

    PROLOG

    Para mahasiswa dan pembaca yang bijaksana! Ada orang kekurangan namun ia menyembunyikan keadaannya, sehingga orang-orang di sekitarnya memandangnya seolah tanpa masalah. Ada pula no orang yang mengeluhkan masalahnya sehingga tampak perlu mendapatkan bantuan dari orang-orang di sekitarnya.

    Jangan mudah putus asa dan berkeluh kesah. Jika tengah diuji dengan kesulitan ekonomi, hendaknya selalu bisa bersabar. Memang tidak mudah bersabar dalam kondisi kesulitan ekonomi yang amat sangat. Namun sikap yang tidak sabar pun tidak bisa memperbaiki kondisi. Apakah jika bersikap tidak sabar lalu masalah ekonomi akan selesai? Tidak juga. Maka lebih bagus untuk bersikap sabar.

    Tak ada orang yang menginginkan dirinya hidup kekurangan. Namun, seringkali keadaan yang dihadapi berbanding terbalik dengan keadaan yang diimpikan. Itu membawa pesan agar kita bersabar dan menyikapi keadaan secara tepat. Orang tumbuh dengan tantangan biasanya lebih tangguh. Dan itulah antara lain hikmah di balik ujian kekurangan. Lebih baik berpikir jernih dan bertindak nyata menyikapi keadaan walaupun hal itu kecil. Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. 

    Seperti itulah tindakan yang dipilih oleh seorang siswi seperti cerita berikut. Seperti apa ceritanya? Silahkan simak!

    MENJUAL ROTI, NIAT MENOLONG AYAHNYA

    Pada suatu hari di sebuah sekolah, dalam sebulan minimal sekali, pasti diadakan pemeriksaan tas para siswa.

    Pihak sekolah menertibkan dan merazia barang-barang yang dianggap tidak mendukung kelancaran belajar mengajar di sekolah.

    Semua ruangan kelas, tanpa terkecuali diperiksa satu persatu. Saat tim pemeriksa masuk ke dalam kelas terakhir, tiba-tiba ada seorang siswi yang tampak gelisah.

    Tangannya berkeringat dan wajahnya pun memerah. Padahal di kelas dia dikenal sebagai siswi yang rajin, baik, cerdas, walaupun sedikit pendiam dan terkesan pemalu.

    Siswi itu, tidak seperti biasanya, membawa tas yang ukurannya cukup besar.

    Ia mati-matian menjaga tasnya sambil memohon dengan terisak dan suara memelas, “Tolong, Pak, Bu. Jangan buka tas saya. Di dalam tidak ada benda yang melanggar peraturan. Sumpah. Please…” Dan seketika, hebohlah kelas itu.

    Mereka saling berpandangan sambil curiga, pasti ada sesuatu yang rahasia di balik tas itu. Menanggapi situasi tersebut, siswi itu pun dipanggil ke ruangan kepala sekolah.

    Dengan kepala tertunduk dan tas di pelukan, ia pun digelandang keluar kelas. Bersama semua tim pemeriksa, mereka ke ruang kepala sekolah.

    Setelah mendengarkan laporan dari tim pemeriksa, dengan lemah lembut kepala sekolah berkata, “Anakku, sebenarnya apa isi tas itu? Ibu tidak memaksa, hanya ingin kejujuranmu.” Wajah cantik itu kembali memerah.

    Dengan diam dan perlahan, siswi itu membuka dan mengeluarkan isi tasnya.

    Selain perlengkapan sekolah, tampak kue-kue kecil terbungkus rapi di dalam suatu kotak. “Maafkan saya Bu. Saya bukannya ingin membangkang perintah dengan tidak membuka tas, tetapi saya tidak berani menanggung malu di depan teman-teman sekelas. Kebetulan ini hari pertama saya berjualan kue, sepulang sekolah nanti, untuk membantu ekonomi keluarga. Ayah kami sedang sakit….” ujar remaja putri itu dengan nada lirih dan berlinang air mata.

    Mendengar keterangan siswi tersebut, seisi ruangan itu tercekat. Mereka menyesali, justru di lingkungan terdekat mereka, ada siswa yang berada dalam kondisi memerlukan bantuan, namun mereka tidak mengetahui apalagi membantunya.

    “Nak, tidak perlu merasa malu untuk hal ini… justru kamu bisa menjadi teladan karena niat, usaha, dan kepedulianmu untuk membantu keluarga. Maafkan Ibu dan sekolah karena baru menyadari kondisimu ini,” ujar Ibu Kepala Sekolah.

    Sesungguhnya, peduli dan niat untuk memberi, bukan karena kita telah kaya, punya harta berlebih, baru bisa peduli dan membantu orang lain.

    Peduli dan memberi, terutama kepada orang-orang di sekeliling kita adalah sikap terpuji yang mendekatkan jarak antar manusia.

    Tak peduli seberapa kadarnya, entah banyak atau sedikit, kepedulian akan membawa dampak kebaikan pada lingkungan dan akan membukakan lebih banyak pintu sukses bagi si pemberi.

    I'TIBAR DAN PESAN MORAL

    Para mahasiswa dan pembaca yang bijaksana! Niat ikhlas untuk membantu saja itu sudah satu kebaikan. Apalagi niat berbuat kepada orang tua, tentu itu merupakan pengabdian kepadanya.

    Memberi bisa tidak selalu dalam bentuk materi. Perkataan yang baik, bahkan bisa jadi lebih tinggi nilainya. Seorang guru yang memberi motivasi dan inspirasi yang baik saja itu satu pemberian.

    Setiap orang bermental memberi adalah orang yang memiliki mental memiliki sesuatu. Sebab, orang yang tidak memiliki apa-apa tidak bisa memberi apa-apa. Mental suka memberi anak mental mulia. Tangan di atas (memberi) lebih mulia daripada tangan di bawah (menerima). Demikian kata Rasulullah Saw.

    Itu tidak bermakna bahwa kita tidak boleh menerima. Justru, menghargai (menerima) pemberian yang halal itu berarti menghormati orang yang memberi. Nah, itu artinya, memberi maupun menerima keduanya baik bergantung niatnya masing-masing.

    Yang paling harus berhati-hati menerima pemberian adalah pejabat publik dan keluarganya. Sebab jika terkait dengan jabatan itu gratifikasi atau suap bahkan korupsi. Ada undang-undang yang mengatur. Dalam Islam, pemberi dan penerima suap itu dilaknat dan tempatnya paling cocok adalah neraka. Demikian Rasulullah memberi ultimatum. Ya, resikonya memang begitu jadi pejabat publik.

    Sebaliknya, pemberian yang tulus meski pemberian kecil namun dibutuhkan maka itu nilainya besar. Bahkan terhadap binatang sekalipun termasuk memberi minum kepada anjing kehausan bisa jadi jalan menuju surga. Mungkin Anda ingat kisah seorang wanita pelacur yang menolong anjing yang sedang kehausan. Saya tidak teruskan kisahnya di sini.

    Jika engkau menjumpai anak ayam terpisah dari induknya, maka ambil dan susulkan ia dengan induknya. Semoga itu menjadi penyebab Allah mengumpulkan dirimu dan keluargamu di surga-Nya!. Demikian nasehat bijak K.H. Maimun Zubair. Jadi, memberi pertolongan kepada makhluk Allah itu juga pemberian. Jadi, jalan kebaikan itu banyak. 

    Terkait dengan itu pula, ada kalimat - yang menurut saya, sangat bijak - dari Najwa Shihab, "Berhentilah menghakimi masa lalu seseorang.Lebih baik berdiri di sampingnya dan bantu dia memperindah masa depannya". Memberi semangat harapan yang tulus itu juga pemberian.

    Jangan ancam seseorang akan masuk neraka karena kesalahan yang buat. Mungkin ada amalannya yang Anda tidak tau, yang membuat Allah ridha padanya. Boleh jadi, pula kesalahan orang yang Anda lihat telah membuat ia bertaubat dan menjadi dekat kepada Allah. 

    Kembali kepada kisah anak gadis di atas. Salah satu ciri ia orang mulia adalah merahasiakan keterbatasan dan tak meminta kepada orang tuanya (ayahnya). Sedangkan orang rendahan adalah orang berpunya terus berkeluh kesah. Atau orang mampu yang berpura-pura miskin untuk menjadi peminta-minta. Dan saya percaya, para pembaca termasuk orang-orang mulia.

    Wallahu a'lam.