BLANTERORBITv102

    TANGGAPAN DAN APRESIASI ATAS PENCABUTAN UU NO. 10 TAHUN 2021.

    Rabu, 03 Maret 2021

     

    Oleh Muhammad Yusuf 

    Dosen UIN Alauddin dan STAI Al-Furqan Makassar

    Paccinnongan-Gowa, 03-03-2021


    Pendahuluan

    Setahun lebih pandemi Covid-19 melanda dunia termasuk Indonesia.  Dampak yang ditimbulkan menyentuh pada hampir seluruh sektor kehidupan tidak terkecuali sektor ekonomi. Sementara berbagai korupsi juga dilakukan oleh para pejabat dan pengusaha. Akibatnya, perekonomian menjadi carut marut. Bahkan menyebabkan utang luar negeri meningkat drastis dalam beberapa tahun terakhir. Krisis ekonomi kembali mendera Indonesia.

    Dalam upaya mengatasi krisis ekonomi seperti itu, berbagai upaya dan langkah ditempuh pemerintah, diantaranya adalah wakaf. Wakaf yang merupakan konsep perekonomian Islam juga ditempuh pemerintah. Selain itu, langkah haram pun dibuatkan Peraturan Presiden, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal dan secara khusus pemberian izin investasi Penanaman Modal Usaha Miras yang beralkohol. Ini membuktikan bahwa Pemerintah tengah dalam kepanikan menghadapi krisis ekonomi saat ini.

    Menariknya, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, khususnya Modal Usaha Miras itu lahir ketika Presiden didampingi oleh seorang ulama, K.H. Ma'ruf Amin. Makanya, wajar ketika serangan langsung ditujukan kepada Wapres. Sebab, harapan umat, terutama umat Islam ada pada Wapres yang dipandang lebih berkompeten untuk memberi masukan dan pertimbangan kepada Presiden dalam soal ini.

    Tanggapan Berbagai Pihak

    1. Majelis Ulama Indonesia (MUI)

    MUI juga menyatakan penolakan terhadap izin investasi miras. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai aturan tersebut sebagai sinyal pemerintah lebih mengedepankan kepentingan pengusaha daripada kepentingan rakyat.

    Menurutnya, aturan itu bertentangan dengan tugas dan fungsi pemerintah, yakni melindungi rakyat. Semestinya pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pelindung rakyat tentu tidaklah akan memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak serta akan menimbulkan ke-mafsadat-an (kerugian) bagi rakyatnya.

    2. Nahdhatul Ulama

    Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU Said Aqil Siradj menyatakan PBNU menolak tegas Peraturan Presiden nomor 10 Tahun 2021. Beleid yang diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini mengatur tentang bidang usaha penanaman modal yang melegalkan minuman keras alias miras.

    Dengan tegas, K.H. Said Agil menyatakan, apapun alasannya, pertimbangannya, PBNU menolak ada investasi untuk industri khamar ini,. Pernyataan ini beliau sampaikan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 2 Maret 2021.

    Sebelumnya, Perpres ini diteken Jokowi dan diundangkan pada 2 Februari 2021. Beleid ini pun berlaku 30 hari sejak diundangkan. Tapi, penolakan datang dari sebagian besar kelompok masyarakat, mulai dari organisasi Islam hingga partai politik.

    Meski demikian, Presiden Jokowi memastikan bahwa beleid ini dicabut. Beliau sampaikan, "Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut,". Pernyataan ini dapat ditonton pada tayangan di YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 2 Maret 2021.

    Selanjutnya, K.H. Agil Siraj menyampaikan 3 poin sikap dari PBNU terkait pencabutan tersebut, berikut di antaranya: 

    Pertama, menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada pemerintah atas respon yang cepat dan tanggap terhadap masukan berbagai pihak dengan mempertimbangkan kemaslahatan bersama

    Kedua, mendorong pemerintah melandaskan kebijakan investasi pada kemaslahatan bersama, sekaligus berorientasi pada pembangunan yang tidak mengenyampingkan nilai-nilai keagamaan. 

    Ketiga, meminta seluruh umat islam, khususnya warga NU untuk menjaga kondusivitas dan tidak terprovokasi serta melakukan hal hal yang tidak dibenarkan secara konstitusi.

    3. Muhammadiyah

    Muhammadiyah menolak keras perpres tersebut. Alasannya adalah selain haram hukumnya minuman keras sendiri dapat merusak akhlak dan jiwa seseorang, Alangkah baiknya pemerintah merevisi perpers 10 tahun 2021 atau mencabutnya.

    Dengan Peraturan Presiden tersebut, Pemerintah terlihat lebih mementingkan mendongkrak perekonomian masyarakat dengan membuka investasi minuman keras. Itu sangat berbahaya. Hendaknya melihat aspek budaya dan ajaran agama Islam di Indonesia.

    Muhammadiyah menyarankan agar pemerintah lebih memprioritaskan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

    4. Pemprov dan DPR Papua

    Saya tau beberapa hal tentang Papua dan Papua Barat karena saya pernah berada di sana hampir 2 tahun ketika menjadi wakil ketua dan Pgs. Ketua STAIN Sorong. Ini yang menarik,  karena masyarakat Provinsi Papua dan Papua Barat sebagian - itu pun sebagian kecil - terbiasa mengkonsumsi miras terutama di saat libur hari kerja. Tentu saja produksi atau pasokan miras ada di sana. Tapi masyarakat Papua terutama pemerintah Papua sadar bahwa minum keras itu buruk dan berbahaya bagi masyarakat. Di sini Bapak Presiden kecele. Saya yakin sikap pemerintah Papua sangat mempengaruhi Presiden untuk mencabut Perpres No. 10 Tahun 2021.

    Kalau dilegalkan maka itu buruk bagi masyarakat Papua. Bagaimana tidak, Papua merupakan salah satu provinsi tujuan investasi miras yang diizinkan pemerintah. Namun, Pemerintah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua justru menolak izin investasi miras tersebut.

    Penjabat Sekretaris Daerah Papua Doren Wakerwa mengatakan Perpres Investasi Miras yang diterbitkan Jokowi bertolak belakang dengan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 13 Tahun 2015 tentang Pelarangan Miras di Papua. 

    Dalam perdasus itu, Pemprov Papua secara tegas melarang peredaran miras di Papua. Menurut Doren, selama ini miras tidak baik bagi masyarakat karena menyebabkan tindakan pelanggaran hukum seperti kecelakaan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

    Doren dan Lukas Enembe berharap kondisi masyarakat di wilayahnya aman dan nyaman tanpa miras. Bahkan, mereka akan mengkaji kembali penerapan perpres tersebut di wilayahnya. Tentu saja umat Islam bersama masyarakat Papua menginginkan wilayahnya aman dan damai. Itu bisa dipahami dengan dengan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 13 Tahun 2015 tentang Pelarangan Miras di Papua dan penolakan terhadap Perpres No. 10 Tahun 2021.

    5 Alumni 212

    Izin investasi miras itu juga mendapatkan penolakan dari Persaudaraan Alumni 212 (PA 212). Bahkan, mereka berencana menggelar aksi demo menolak terbitnya Perpres 10/2021 itu.

    Ketua Umum PA 212 Slamet Ma'arif juga mengancam akan turun ke jalan bila pemerintah tetap memaksakan izin investasi miras terus dijalankan di Indonesia. Ia pun berencana menemui pemerintah dan DPR terkait izin investasi miras tersebut.

    Lebih tegas ia mengatakan, jika pemerintah terus memaksakan untuk investasi dan melegalkan miras di wilayah NKRI, serta DPR juga seirama dengan pemerintah, maka saya akan ajak umat Islam khususnya Alumni 212 untuk turun kembali ke jalan secara besar-besaran. Kurang lebih demikian pernyatan tertulis Slamet lewat pesan singkat kepada CNN Indonesia.com.

    6. Partai Politik

    Gelombang penolakan juga muncul dari sejumlah partai politik. Salah satunya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat nasional (PAN).

    Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menilai Peraturan Presiden izin investasi miras sangat kebablasan. Sebab perpres itu membuka peluang investasi miras di seluruh daerah.

    Melalui keterangan tertulisnya, Arsul menilai, kebijakan membuka investasi minuman keras (miras), yang tersurat juga berlaku untuk provinsi-provinsi lain selain Papua, NTT, Bali, dan Sulut asal dengan persetujuan Gubernur adalah kebijakan kebablasan.

    Sementara itu, Ketua Fraksi PAN di DPR, Saleh Partaonan Daulay mendesak pemerintah mengkaji ulang kebijakan tersebut. Ia menilai aturan itu akan membawa lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya.

    Tak ketinggalan Politikus PKS yang juga Anggota Komisi VI DPR Amin AK menilai berkembangnya industri miras hingga ke daerah-daerah, skala kecil maupun besar, berpotensi menjadi ancaman bangsa. Terutama, generasi masa depan.

    Ia mengatakan paling tidak 58 persen kriminalitas di Indonesia disebabkan konsumsi minuman keras. Ini logika yang sangat fatal, memanfaatkan kemudahan investasi dalam UU Cipta Kerja dengan melonggarkan industri miras hingga ke daerah,

    7. Sikap Wapres

    Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin tidak tahu adanya aturan soal investasi usaha minuman keras (miras) di dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Pasalnya dalam penyusunan aturan tidak selalu melibatkan Wapres.

    Berdasarkan beberapa sumber, K.H.  Ma'ruf Amin cukup kaget dengan adanya pemberitaan terkait aturan tersebut. Apalagi ada serangan terkait hal ini yang ditujukan langsung kepada Wapres. Menurut hemat saya, itu wajar. Sebab, bagaimanapun beliau adalah seorang ulama yang telah menduduki jabatan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. 

    Setelah beliau mengetahui, selanjutnya beliau melakukan langkah-langkah koordinasi agar peraturan ini segera dicabut. Bahkan Wapres sempat bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk membicarakan hal ini. Akhirnya, Presiden Jokowi akhirnya memutuskan mencabut lampiran di dalam Perpres No. 10 Tahun 2021 tersebut.

    Tanggapan Penulis

    Saya ingin mengaskan, sebagai warganegara kita dijamin berdasarkan Undang-Undang untuk menyatakan pendapat. Prtama٫ UU 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum adalah penjaminan terhadap salah satu hak asasi manusia (HAM).

    Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana dalam UU 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum adalah sejalan dengan: Kdua, Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 

    "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang".

    Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara. Setiap wargangara berhak untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Berikut ini beberapa pandangan saya terkait Perpres No. 10 Tahun 2021

    Pertama, Perpres No. 10 Tahun 2021 itu bertentangan dengan UUD 1945 "melindungi segenap bangsa Indonesia dan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. 

    Indonesia ini kaya dan tanahnya sibur. Sumber daya alam kita masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Hal itu tentu menjadi amanat Undang-Undang Dasar 1945.

    Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. UUD 1945 Pasal 33 (3).  

    Amanat pasal ini mengharuskan penyelenggara negara dan pemerintahan untuk mengelola bumi, air, dan kekayaan alam Indonesia. Hasil dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

    Kekeliruan dan ketidakwaJaran Perpres 10 tahun 2021 dapat dilihat dari beberapa aspek.

    Kedua, ketidakpekaan Presiden Jokowi bahwa Islam adalah agama mayoritas dan Islam mengharamkan khamar (miras). Karena itu, umat Islam pasti menolak apapun alasannya. Itu artinya bertentangan dengan sila Ketuhanan yang maha Esa.

    Ketiga, program revolusi mental - yang merupakan program utama pemerintahan Jokowi - menurut hemat saya, itu sangat kontradiktif dengan perpres No. 10 tahun 2021. Revolusi mental harus dimulai dengan menjaga kesehatan. Sementara minuman keras itu akan merusak kesehatan akal dan fungsinya.

    Keempat, memberikan izin penanaman modal industri usaha miras itu sama dengan izin resmi untuk memproduksi, mengedarkan, mengiklankan, mengkonsumsi. Apa bedanya dengan narkoba? Bahkan miras itu usianya lebih tua daripada narkoba dan sejenisnya.

    Kelima, mendorong pemerintah untuk mencabut UU Omnibus Law. Menurut hemat saya, kalau serius untuk memperbaiki bangsa, seharusnya Presiden bisa melakukan langkah lebih besar yakni mencabut Undang-Undang Cipta Kerja (UU Omnibus Law) sebagaimana menuai polemik sebelumnya. Selanjutnya membuat UU yang lebih pro rakyat, bukan pro oligarki.   

    UU Cipta kerja tersebut terkesan dipaksakan, tidak melalui sosialisasi dan uji publik. Bahkan ada pakar hukum yang menilai UU Cipta Kerja melalui prosedur yang ugal-ugalan. Padahal, UU yang lahir prematur akan melahirkan aturan-aturan dan kebijakan yang berdampak buruk bagi negara dan masyarakat. Kita bisa lihat, salah turunannya, yaitu Perpres No. 10 Tahun 2021 itu.

    Kalau mau, Pemerintah mengambil langkah yang lebih besar maka UU Omnibus Law itu harus dicabut dan diganti yang lebih baik. UU yang dibuat oleh para legislator termasuk UU Omnibus Law tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, bukan pemilik modal.

    Dari pendekatan agama. Miras dalam Islam itu haram. Islam itu agama Bapak Presiden Jokowi dan Wakil Presiden K.H. Ma'ruf Amin. Sebagai muslim yang baik,  berlaku pula larangan perbuatan yang berkaitan dengan khamar apalagi memberi izin usaha produksi miras. Makanya, seharusnya beliau berterimakasih kepada seluruh pihak yang mencegah beliau dari peraturan Presiden yang mengandung dosa besar.

    Tentu saja masih banyak argumen lainnya, namun pada intinya mudaratnya jauh lebih besar daripada manfaatnya. Dengan alasan ini saja sudah cukup rasional untuk menolak perpres nomor 10 tahun 2021.

    Apresiasi dan Dukungan

    Bapak Presiden Jokowi. Pencabutan Perpres No. 10 Tahun 2021 oleh Presiden Jokowi patut diapresiasi. Sebuah langkah yang menjunjung demokrasi yang menghormati pendapat publik dan mayoritas, yaitu umat Islam. 

    Majelis Ulama Indonesia, tokoh agama, pimpinan ormas, wakil rakyat, parpol, pemerintah daerah, dan seluruh pihak yang bersatu. Sikap warga negara dan tokoh agama-agama, pimpinan ormas, partai politik yang bersatu menolak peraturan presiden tersebut. MUI, NU, Muhammadiyah, dan beberapa ormas Islam lainnya menunjukkan perannya dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan moral bangsa.

    Apa yang dilakukan oleh MUI bersama ormas Islam lainnya menunjukkan satu prinsip yang sama. Dalam hal furu'iyah dan teknis mereka sering berbeda. Namun, dalam hal yang ushuliyah mereka bersatu. Penolakan Perpres No. 10 Tahun 2021 tentang Pemberian izin usaha investasi miras adalah salah satu buktinya.

    Kita perlu mendorong, mendukung, dan mengapresiasi yang lebih besar kepada Pemerintah seandainya mencabut UU Omnibus Law yang merupakan pangkal bagi lahirnya Perpres tersebut. Jika UU Omnibus Law tidak dicabut, itu berpotensi muncul peraturan-peraturan baru selain pemberian izin investasi usaha miras. Misalnya, pemberian izin usaha prostitusi. Semoga tidak, sebab itu bertentangan dengan agenda revolusi mental. 

    Hikmahnya

    Dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal dan secara khusus pemberian izin investasi Penanaman Modal Usaha Miras yang beralkohol telah mengundang reaksi berbagai pihak. Hal ini membawa hikmah tersendiri. Ini menunjukkan sebuah sinergi yang luar biasa.

    Ada seorang pakar berkata, mengapa ada besi bermagnet? Karena sekumpulan partikel bersatu. Begitu pula halnya ketika Umat Islam akan memiliki magnet jika umat bersatu pula. Jika umat bercerai, maka akan seperti buih tampak bersatu tapi hakekatnya rapuh dan tidak bermagnet.

    Perpres tersebut menguji dan mendorong persatuan umat Islam pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Umat Islam Indonesia memang sering berbeda pendapat antar ormas dan mazhab. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal dan secara khusus pemberian izin investasi Penanaman Modal Usaha Miras memantik reaksi persatuan. Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa bangsa kita masih bermoral.

    Namun, hal itu terjadi dalam soal furu'iyah (parsial, cabang). Tapi, dalam soal ushuliyah (pokok dan prinsip) mereka bersatu. Islam menganut prinsip toleransi dalam hal furu'iyah bersatu dalam ushuliyah. Dengan kata lain, toleransi dalam perbedaan dan bersatu dalam kesepakatan. Dalam konteks ini, tidak ada perbedaan dalam masalah hukum khamar (miras), semua umat Islam sepakat hukumnya haram berdasarkan nash.