BLANTERORBITv102

    MENANAM POHON UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN SHADAQAH JARIYAH

    Sabtu, 27 Maret 2021

    Penulis: Muhamad Yusuf 

    Dosen UIN Alauddin dan STAI Al-Furqan Makassar

    Samata, 27-03-2021

     Pendahuluan 

    Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang paling hakiki ditemukan dalam ajaran Islam tentang shadaqah jariyah. Diantaranya, menanam pohon. Pembangunan tidak sekedar berorientasi produksi, tapi yang terpenting adalah pembangunan yang menjamin kelestarian alam.

    Pelestarian lingkungan merupakan prinsip pembangunan. Itulah sebabnya, pembangunan harus merujuk kepada hasil analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Pembangunan harus dipandu oleh kesadaran kolektif enviromental awareness  (kesadaran lingkungan).

    Kesadaran lingkungan merupakan tema yang nyaris tak tersentuh oleh kesadaran para muballigh. Hal ini dapat dilihat kurangnya tema-tema ceramah yang menyentuh pada aspek ini. Padahal, salah satu shadaqah jariah yang ditunjukkan oleh Rasulullah Saw. yaitu menanam pohon. Buahnya yang dimakan oleh manusia atau burung merupakan shadaqah bagi yang menanamnya, baik ia masih hidup maupun ketika audah wafat.

    Untuk menginspirasi kesadaran kita tentang penting pentingnya memelihara lingkungan dengan menanam pohon maka kisah Umar bin Abdul Aziz dan Pak Tua adalah salah satu contohnya. Simak ceritanya!

    Umar & Pak Tua Penanam Kurma

    Ikhlas dalam bekerja memang seharusnya sudah menjadi pegangan hidup pada diri seseorang, karena jika suatu pekerjaan dilakukan dengan ikhlas, maka hasilnya pun akan terlihat dengan cepat.

    Jika suatu pekerjaan dilakukan dengan ikhlas, apalagi untuk kepentingan orang lain dan bukan hanya menguntungkan diri sendiri, maka hasil yang didapat akan sangat besar, karena Allah yang membalasnya.

    Seperti seorang guru yang telah mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya dengan tulus dan ikhlas, karena ilmunya tersebut tetap bisa di nikmati secara turun temurun hingga saat ini walaupun ia sudah meninggal dunia.

    Suatu pekerjaan yang dilakukan dengan niat yang ikhlas dan tulus untuk orang lain maka Allah Swt. yang akan membalasnya dengan memberikan rezeki dan pahala yang melimpah.

    Seperti kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan seorang pria tua penanam pohon kurma ini.

    Suatu ketika khalifah Umar bin Abdul Aziz berkeliling kota sambil menaiki kuda, beliau meninjau ibu kota untuk mengetahui secara langsung kondisi rakyatnya.

    Di kejauhan sang khalifah melihat seorang yang sangat tua sedang menanam pohon kurma dengan asyiknya.

    Dengan perlahan sang khalifah mendekati orang tua tersebut, setelah turun dari kudanya, khalifah Umar bin Abdul Aziz turun dari kudanya dan mengucap salam kepada si orang tua dan bertanya,” Assalamu’alaikum sedang apa engkau wahai Pak tua?”

    Pak tua pun menjawab dengan ramah salam dari khalifah,” Wa’alaikum salam Tuan.

    Saya sedang menanam pohon kurma tuan.”

    Khalifah kembali bertanya,” Engkau kan sudah tua, buat apa menanam pohon kurma?

    Bukankah pohon kurma baru akan berbuah setelah menunggu bertahun-tahun lamanya?

    Apakah engkau masih hidup saat panen buah kurma dari pohon yang engkau tanam?”

    Pak tua menjawab dengan tatapan mata yang berbinar-binar penuh semangat.

    ” Memang benar, tuanku, usia hamba memang sudah tua, kalau hamba masih sempat memanen buah kurma ini ya alhamdulillah, namun sekiranya saat panen tiba hamba sudah dipanggil oleh Allah dan sudah meninggalkan dunia, ini tentu masih ada anak-anak saya yang bisa memanen buah dari pohon ini. Seandainya anak-anak dan keturunan saya pun telah tiada, bolehlah buah dari pohon ini dipetik oleh orang lewat yang membutuhkan.

    Dengan demikian sekali menanam pohon namun manfaatnya dapat dinikmati oleh banyak orang!”

    Khalifah Umar bin Abdul Aziz terpana mendengar penjelasan Pak Tua.

    ” Sungguh pemikiran yang baik dari seorang hamba Allah yang ikhlas .”

    Demikian pemikiran khalifah di dalam hati, ”Pak Tua, engkau memiliki pemikiran yang sangat bagus dan bermanfaat. Aku tersentuh dengan ketulusanmu, ini ada sedikit pemberian dariku untukmu, terimalah. Semoga rezekimu berkah.”

    Khalifah Umar menyodorkan sekantung uang kepada Pak Tua karena ia terpesona dengan pemikirannya. Pak tua menerima pemberian itu dengan sangat bahagia ia pun berujar,

    ”Terima kasih tuan. Baru saja menanam sudah memetik hasilnya.”

    Alangkah indahnya dunia ini kalau banyak orang yang berpikiran dan bertindak seperti Pak Tua yang dengan ikhlas menanam, bekerja dan berbuat untuk kepentingan banyak orang dengan tanpa pamrih untuk kebaikan, dengan niat Lillahi ta’ala mengharapkan ridho Allah Swt.

    Kesadaran Lingkungan

     Pemeliharaan lingkungan bukanlah sekedar estetika (keindahan) semata namun lebih pada implementasi tujuan diberlakukannya nilai-nilai ajaran Islam. Upaya melestarikan lingkungan hidup juga sudah dilakukan Nabi Muhammad saw. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa Nabi melarang menebang pohon sidrah (pohon bidara) sebagaimana diriwayatkan oleh imam Abu Dawud dalam hadis nomor 4561.

    Pemahaman yang bisa dicapai dalam hadits tersebut adalah, bahwa pemeliharaan lingkungan merupakan penjagaan dan realisasi dari kelima tujuan syariat tersebut. Oleh karena itu, apabila ada manusia yang berbuat kerusakan atau merusak lingkungan, maka dianggap telah melanggar syariat Islam. Upaya membangun kesadaran lingkungan seharusnya dilakukan melalui pendidikan, pelatihan pembinaan, dan penanaman nilai-nilai ajaran Islam, yang bersumber dari dalil-dalil al-Quran dan al-Hadis.

    Kemudian upaya membangun kesadaran terhadap kelestarian lingkungan hidup tersebut juga harus dilakukan secara terus menerus sehingga membentuk karakter bagi setiap individu untuk yang selanjutnya membentuk kesadaran intrinsik bagi setiap individu dalam menyikapi fenomena lingkungan hidup.

    Hal terpenting dari segalanya adalah pencerdasan atau penanaman kesadaran kepada seluruh elemen. Tahu tapi tidak sadar, sadar tapi tidak tahu harus berbuat apa. Maka, sudah sepantasnya kita tidak saling menuntut dan menyalahkan, melainkan berpikir menemukan solusi dan melakukan langkah nyata. Itulah yang seharusnya kaum terpelajar lakukan di tengah segala masalah yang ada, dan merubah mind set bukanlah hal yang mudah. Karena itu kita perlu bekerja sama dengan baik untuk dapat mewujudkannya.

    Pembangunan berkelanjutan Berbasis Kelestarian Lingkungan

    Usaha berkelanjutan yang berbasis kelestarian lingkungan merupakan ajaran Islam yang sangat penting. Rasulullah Saw. dalam hadis yang diriwayatkan sahabat Jabir mengatakan:

    “Nabi Saw. bersabda: ‘Tak ada seorang muslim yang menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah baginya, dan yang dicuri akan menjadi sedekah. Apa saja yang dimakan oleh binatang buas darinya, maka sesuatu (yang dimakan) itu akan menjadi sedekah baginya. Apapun yang dimakan oleh burung darinya, maka hal itu akan menjadi sedekah baginya. Tak ada seorangpun yang mengurangi, kecuali itu akan menjadi sedekah baginya.” (HR. Muslim).

    Saking pentingnya amalan ini, Nabi Saw. meyakinkan kepada umatnya bahwa orang yang menanam pohon tidak akan mendapatkan kerugian sedikitpun, meskipun hasilnya dicuri orang lain ataupun dimakan burung. Sebab setiap buah yang dimakan binatang ataupun dicuri, dianggap sedekah oleh Allah Swt. 

    Pembangunan harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Pembangunan dalam tidak hanya berorientasi sosial dan ekonomi, tapi juga ekologi. Bahkan di dalam kaidah Islam mencegah dampak buruk sebuah pembangunan harus diprioritaskan ketimbang maslahatnya. Pembangunan yang berdampak buruk terhadap lingkungan. Itu sebabnya, saya pernah mengatakan secara lisan dan tulisan bahwa aturan tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) itu merupakan ajaran Islam. Atau setidaknya, sangat islami. 

    Penutup

    Sedekah tidak mesti dengan harta atau uang. Anda dapat bersedekah dengan menanam pohon. Kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan Pak Tua mengajarkan suatu nilai kesadaran lingkungan. Relasi simbiosis mutualis antara manusia dan lingkungan diajarkan dalam lintas disipliner. Relasi tumbuhan dan manusia misalnya. Udara yang telah diproses manusia (CO-2) dibutuhkan oleh tumbuhan. Sebaliknya, udara yang telah diproses tumbuhan (O-2) dibutuhkan oleh manusia. 

    Itu sebabnya manusia mesti menanam dan memelihara tumbuhan agar terpenuhi kebutuhannya akan udara yang segar dan bersih. Begitu relasi manusia dengan binatang. Manusia membutuhkan binatang, dan binatang pun membutuhkan manusia.

    Relasi binatang dan tumbuhan juga sama dengan manusia dan tumbuhan. Tumbuhan dan binatang saling membutuhkan. Misalnya, kupu-kupu dengan bunga. Kupu-kupu dan  bunga masuk dalam simbiosis mutualisme karena kupu-kupu mendapatkan nektar atau sari makanan dari bunga dan bunga terbantu dalam proses penyerbukan karena kupu-kupu tersebut. Dari interaksi itulah terjadi hubungan yang produktif dan saling menguntungkan. Itu baru keuntungan duniawi. Sedangkan keuntungan ukhrawi menanam pohon adalah rangkain shadaqah jariah. 

    Wallahu a’lam.

    .