Dosen UIN Alauddin dan STAI Al-Furqan Makassar
Samata, 18-03-2021
Pendahuluan
Ketika saya membaca penafsiran surah al-Insyirah ayat 1 di dalam Kitab Shafwatut Tafasir karya Syeikh Muhammad Ali Shabuni saya merenung. Selanjutnya, saya melacak beberapa sumber untuk melihat penafsiran ulama tentang makna ayat tersebut.
Pada intinya semua sepakat bahwa dada Nabi Saw. itu dibelah. Soal apakah pembelahan itu menunjukkan makna hakiki atau makna majazi? Pada tataran ini ulama berbeda pandangan. Ada yang memaknai pembelahan yang sesungguhnya. Yang lainnya memaknai secara majazi.
Soal kapan pembelahan itu terjadi? Pada tataran ini juga beragam di pendapat. Namun, terlepas dari keragaman pendapat tersebut, mereka semua meyakini bahwa kebenaran ayat 1 surah al-Insyirah adalah kebenaran mutlak.
Makna Dibedah
Allah melapangkan dada Rasulullah Muhammad Saw. ketika berfirman: ( ألم نشرح لك صدرك ) ؟....“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?...”. (QS. Al Insyirah: 1). Apakah benar apa yang disampaikan: “Bahwa cara Allah melapangkan dada Rasulullah melalui malaikat Jibril –‘alaihis salam- sebanyak dua kali semasa hidup beliau ?
Allah Swt. telah memberikan nikmat kepada pada Nabi dan Rasul-Nya dengan nikmat yang banyak dan besar. Keutamaan yang unggul, pemberian yang paling sempurna, derajat yang paling tinggi adalah nikmat para Nabi yang Allah memilih mereka karena kedekatan dan rahmat-Nya.
Allah Swt. berfirman:
وَلَكِنَّ اللّهَ يَجْتَبِي مِن رُّسُلِهِ مَن يَشَاءُ ) آل عمران/179
“…akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya”. (QS. Ali Imran: 179)
Allah Juga berfirman:
( وَمِنْ آبَائِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَإِخْوَانِهِمْ وَاجْتَبَيْنَاهُمْ وَهَدَيْنَاهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ ) الأنعام/87
“(dan Kami lebihkan pula derajat) sebagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjukkan kepada mereka ke jalan yang lurus”. (QS. Al An’am: 78)
Allah Swt. telah mengkhususkan Nabi dan kholil-Nya Muhammad Saw. dengan tambahan keutamaan, dan memberinya derajat yang agung, sampai Allah Swt. berfirman:
( وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُ لَهَمَّت طَّآئِفَةٌ مُّنْهُمْ أَن يُضِلُّوكَ وَمَا يُضِلُّونَ إِلاُّ أَنفُسَهُمْ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِن شَيْءٍ وَأَنزَلَ اللّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكَ عَظِيماً ) النساء/113
“Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkan engkau. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakan engkau sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu”. (QS. an Nisa’: 113)
Di antara keutamaan tersebut adalah Allah Swt.- elah melapangkan dada Rasul yang mulia Muhammad Saw-, bahkan Allah pemberian nikmat yang agung ini diabadikan di dalam salah satu surat di dalam al Qur’an yang dibaca sampai hari kiamat yang dinamakan surat “as Syarh”. Pada QS. Al-Insyirah ayat 1.
Dan pelapangan dada Rasulullah Saw. mengandung banyak arti yang agung:
1.Allah melapangkan dada Rasulullah kepada Islam sebagai agama dan syari’at, inilah bentuk pelapangan dada yang paling agung, menurut tafsir Ibnu Abbas yang disebutkan Bukhori dalam shahihnya”. (Kitab Tafsir/bab surat “Asy Syarh”: 982)
2. Allah melapangkan dada Nabi-Nya Muhammad Saw. dengan mengisi dadanya dengan hikmah, ilmu dan keimanan, sebagaimana yang difahami oleh al Hasan Al Bashri. Para ulama menyebutkan yang menjadi tafsir dari ayat di atas adalah peristiwa dibelahnya dada Rasulullah Saw. pada masa kecilnya sampai berulang dua kali semasa hidup beliau:
a. Pada masa kecil beliau dan berada pada asuhan bani Sa’d. Dari Anas bin Malik r.a. :o
( أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ ، فَأَخَذَهُ فَصَرَعَهُ ، فَشَقَّ عَنْ قَلْبِهِ ، فَاسْتَخْرَجَ الْقَلْبَ ، فَاسْتَخْرَجَ مِنْهُ عَلَقَةً ، فَقَالَ : هَذَا حَظُّ الشَّيْطَانِ مِنْكَ . ثُمَّ غَسَلَهُ فِي طَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ بِمَاءِ زَمْزَمَ ، ثُمَّ لَأَمَهُ ، ثُمَّ أَعَادَهُ فِي مَكَانِهِ ، وَجَاءَ الْغِلْمَانُ يَسْعَوْنَ إِلَى أُمِّهِ يَعْنِي ظِئْرَهُ فَقَالُوا إِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ قُتِلَ فَاسْتَقْبَلُوهُ وَهُوَ مُنْتَقِعُ اللَّوْنِ قَالَ أَنَسٌ وَقَدْ كُنْتُ أَرْئِي أَثَرَ ذَلِكَ الْمِخْيَطِ فِي صَدْرِهِ ) رواه مسلم (162(
"Bahwa Rasulullah Saw. telah didatangi malaikat Jibril a.s. pada saat beliau bermain bersama anak-anak yang lain. Maka beliau diambil dan pingsan. seraya dadanya dibelah dan dikeluarkan jantungnya, dan dikeluarkan segumpal darah, lalu jantung tersebut dikembalikan seperti semula. Anak-anak teman bermainnya pun bergegas menemui ibu asuhnya dan berkata: “Sungguh Muhammad telah dibunuh”. Mereka pun segera menghampirinya, sedang Muhammad dalam keadaan pucat. Anas berkata: “Saya pernah melihat bekas jahitan di dada beliau”. (HR. Muslim: 126)
b. Terjadi pada malam lailatul qadr.
Abu Dzar pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
( فُرِجَ سَقْفُ بَيْتِي وَأَنَا بِمَكَّةَ فَنَزَلَ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفَرَجَ صَدْرِي ثُمَّ غَسَلَه ُ مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ جَاءَ بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ مُمْتَلِئٍ حِكْمَةً وَإِيمَانًا فَأَفْرَغَهَا فِي صَدْرِي ثُمَّ أَطْبَقَهُ ) رواه البخاري (349) ومسلم (163(
“Atap rumah saya di Makkah jebol, maka malaikat Jibril a.s. pun turun seraya membelah dadaku, kemudian mencucinya dengan air zam-zam, lalu ia membawa bejana dari emas yang penuh dengan hikmah, iman. Seraya menuangkannya pada dada saya kemudian menutupnya kembali”. (HR. Bukhori 439 dan Muslim 163)
Al Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata dalam “Fathul Baari”: 7/204: “Sebagian dari mereka mengingkari terjadinya pembelahan dada pada malam lailatul qadr dan berkata: bahwa kejadian itu hanya terjadi pada masa kecil beliau ketika berada dalam asuhan bani Sa’d. Padahal hal itu tidak bisa dipungkiri, karena banyaknya riwayat yang menyatakannya….
Semua riwayat tentang pembelahan dada Nabi dan mengeluarkan jantungnya termasuk perkara di luar nalar manusia yang mewajibkan kita untuk menyerahkan sepenuhnya kepada Allah tanpa bertanya tentang bagaimana hakekatnya, karena kekuasaan-Nya dan tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Al Qurtuby berkata dalam “Al Mufhim”: “Tidak perlu ditanggapi pengingkaran akan terjadinya pembelahan dada Nabi pada malam lailatul qadr; karena riwayatnya tsiqah (kuat) dan dikenal”.
Ada beberapa riwayat tentang pembelahan dada Nabi sebelum proses isra’ dan mi’raj pada waktu yang lain, yaitu; ketika beliau berumur 10 tahun dan pada awal diutusnya sebagai Rasul, namun riwayat tersebut adalah dha’if. (Baca: “Sirah Nabawiyah Shahihah” 1/103.
Ibnu Katsir dalam “Tafsir Qur’an ‘Adzim”: 4/677 berkata: “Allah berfirman: ( ألم نشرح لك صدرك )Yaitu: tidakkah kami lapangkan dadamu ?!, dengan kami meneranginya, kami meluaskan dadamu, sebagaimana dalam firman Allah:
فَمَن يُرِدِ اللّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلاَم ( الأنعام: 125)
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam”. (QS. Al An’am: 125)
Pendapat lain mengatakan bahwa maksud dari ayat ini: ( ألم نشرح لك صدرك ) Allah melapangkan dadanya pada malam lailatul isra’. Pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat sebelumnya, karena termasuk bagian dari pelapangan dada beliau pada malam lailatul qadr, termasuk juga pelapangan dada beliau dari sisi maknawi. Wallahu a’lam.
3. Disebutkan dalam “Ruuhul Ma’ani”: 30/166:i “Maknanya adalah: Bukankah kami telah kurangi kesedihan dan kegelisahanmu bahwa engkau diberikan kemampuan untuk mengetahui hakikat segala sesuatu dan hakekat dunia ini, hingga engkau merasa ringan di dalam menanggung beban berat di dalam berdoa kepada Allah”.
Diriwayatkan dari jumhur ulama bahwa yang dimaksud adalah: Bukankah kami telah melapangkannya dengan hikmah dan dimudahkan bagimu menerima apa yang diwahyukan kepadamu padahal sebelumnya engkau merasa berat”.
4.Ibnu ‘Asyur berkata dalam “At Tahrir wat Tanwir”: 1/4850: “Pelapangan dada beliau merupakan jinayah (kiasan) atas semua nikmat Allah kepada beliau dengan semua obsesi jiwanya yang suci dan sempurna, juga atas pemberitahuan Allah akan ridha-Nya kepada beliau, juga kabar gembira-Nya tentang apa yang akan terjadi tentang datangnya kemenangan”.
5. Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata dalam “Tafsir Surat asy Syarh”: 1: “Bentuk pelapangan dada tersebut adalah secara maknawi bukan pelapangan dada secara fisik, dan pelapangan dada tersebut dengan merasa luas untuk menerima hukum Allah Swt. dengan kedua macamnya, yaitu: hukum Allah yang syar’i (agama) dan hukum Allah tentang takdir (semua kejadian yang menimpa manusia)”.
Penutup
Seluruh orang yang beriman meyakini kebenaran ayat itu secara mutlak. Soal penafsiran yang beragam tentang makna "membelah dada" itu tidak berpengaruh terhadap kebenaran ayat itu. Sebab seluruh riwayat tentangnya dilakukan secara mutawatir pada semua level generasi.
Berbeda halnya dengan riwayat-riwayat berupa hadis-hadis. Tak seorang pun yang meragukan Nabi Saw. Namun, riwayat-riwayat yang disandarkan kepada beliau tentang "pembelahan dada" Rasulullah Saw. itu memungkinkan terjadi klaim dan penilaian yang berbeda-beda, terutama pada sanad-sanadnya.
Saya berpendapat bahwa makna "dibelah" itu lebih bermakna majazi (kiasan). Nabi Saw. dididik langsung oleh Allah Swt. Allah membersihkan jiwa beliau dari sifat-sifat buruk seperti dendam, dengki, dan iri. Selanjutnya diisi dengan cahaya iman, hikmah, dan irfan. Dada Nabi Saw. seumpama wadah ia dibersihkan untuk menampung cahaya Al-Qur'an.
Wallahu a'lam.
0 komentar