Oleh Muhammad Yusuf
Dosen UIN Alauddin dan STAI Al-Furqan Makassar
Samata, 22/02/2021
Pengantar
Tulisan ini merupakan lanjutan dari tiga artikel sebelumnya tentang sosok Umar bin Khattab. Saya hadirkan untuk menginspirasi para mahasiswa dan pemuda serta para pembaca yang sedang merancang masa depan. Kuncinya adalah Anda belajar tanpa henti. Saya mengutip kalimat Mario Teguh: "Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan."
Pada bagian ini saya mengangkat satu terobosan kebijakan Khalifah Umar bin Khattab yang begitu visioner ketika mencopot jabatan Khalid bin Walid dari Pimpinan Panglima Perang. Padahal, sejarah mencatat, Khalid bin Walid Pimpinan Panglima perang umat Islam yang dijuluki oleh Rasulullah Saw. sebagai “Pedang Allah”. Khalid adalah seorang Pimpinan panglima perang yang belum pernah terkalahkan di setiap pertempuran yang dipimpinnya.
Saat menghadapi Parsi, Iraq, dan lain sebagainya, Khalid bin Walid selalu ditakdirkan menang oleh Allah, sehingga prajuritnya pun mulai memujinya dan memujanya. Bahkan, orang-orang membuat banyak syair dan lagu untuk memuji kepahlawanannya yang masyhur itu. Mungkin bagi sebagian pihak merupakan sebuah fakta yang menarik - bahkan mungkin aneh - dan membuat orang-orang lain terheran-heran melihatnya dan menimbulkan tanda tany. Mengapa setelah dipecat Khalid bin Walid masih mau terjun ke medan perang? Khalid pun berseru, “Aku bertempur dan berjuang tidak karena Khalifah Umar, akan tetapi aku berjuang karena Allah semata!.” Atau mungkin pertanyaan lain yang relevan yaitu, mengapa Khalifah Umar memecat sang Singa Padang Pasir (maksudnya Khalid bin Walid) itu?
Saudaraku! Dalam hidup ini, ada tipologi pemimpin berpikir realistis (berdasarkan realitas hari ini). Ada pula yang berpikir visioner (orientasi ke masa depan). Kalau keduanya bisa dipadukan maka terbangunlah kekuatan hari ini dan kedepan. Yang berbahaya, apabila ada pemuda yang sibuk memuja masa lalu dengan prestasi leluhurnya, namun ia sendiri tidak mampu berbuat apa-apa. Melalui tulisan saya berpesan untuk diri saya sendiri dan Anda: Sebagai pemuda dan mahasiswa, tumbuhlah dengan leluasa dan mandiri! Ber-fotosintesislah sendiri dengan belajar dari sejarah, bersikap realistis dan berpikirlah visioner. Ayo bersama kita buka satu halaman sejarah Umat bin Khattab bersama Khalid bin Walid. Simak serpihan kecil dari kisahnya! Semoga menginspirasi.
Demi Keselamatan Akidah
Khalid bin Walid, diriwayatkan telah mengikuti peperangan sebanyak 50 kali dan memenangi setiap peperangan yang dipimpinnya. Khalid terus menjadi panglima perang sampai Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal dunia. Selanjutnya ketika tampik kekhalifahan telah digantikan oleh Umar bin Khattab, Khalid bin Walid pun dipecat dari jabatannya yang kemudian digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Pemecatan ini dilakukan oleh Khalifah Umar bertujuan agar Khalid tidak didewakan oleh kaum Muslimin pada saat itu setelah menjadi pahlawan perang Yarmuk.
Salah satu pendapat yang masyhur mengenai alasan Umar bin Khattab mengganti/mencopot panglima perang Khalid bin Walid adalah untuk kemaslahatan tauhid, yaitu menunaikan hak Allah di muka bumi merupakan tujuan utama manusia dan jin diciptakan.
Khalid bin Walid adalah pimpinan panglima perang yang luar biasa, tidak pernah kalah dalam peperangan, baik sebelum masuk Islam, maupun sesudah masuk Islam. Setelah diangkat menjadi panglima perang sejak zaman khalifah Abu Bakar, Khalid bin Walid selalu menang, sehingga saat itu muncul dalam benak dan keyakinan sebagian kaum muslimin: “Kalau khalid jadi panglima, pasti menang”
Bahkan sebagian kaum muslimin mengira bahwa Khalid bin Walid (ﺻﺎﻧﻊ ﺍﻟﻨﺼﺮ) “ pencetus kemenangan”, sebagian kaum muslimin menyandarkan sepenuhnya hati pada Khalid dan mulai lalai berdoa dan berharap serta meminta kepada Allah Swt.
Dengan melihat fenomena ini, Umar bin Khattab mengganti Khalid bin Walid dengan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, Umar paham benar bahwa tauhid lebih penting dari segalanya. Bukan berarti Umar ingin kaum muslimin kalah, akan tetapi tauhid paling penting dan kemenangan kaum muslimin masih bisa didapatkan dengan kepemimpinan Abu Ubaidah yang diberi gelar oleh Nabi Saw. dengan “Amiinul ummah” (Orang kepercayaan umat).
Perhatikan perkataan Umar bin Khattab,
ﺇﻧﻲ ﻟﻢ ﺃﻋﺰﻝ ﺧﺎﻟﺪﺍً ﻋﻦ ﺳﺨﻄﺔ ﻭﻻ ﺧﻴﺎﻧﺔ ، ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓُﺘﻨﻮﺍ ﺑﻪ ﻓﺄﺣﺒﺒﺖ ﺃﻥ ﻳﻌﻠﻤﻮﺍ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻫﻮ ﺍﻟﺼﺎﻧﻊ
“Sesungguhnya aku tidak mencopot Khalid bin Walid karena marah ataupun dia berkhianat, tetapi manusia telah ter-fitnah dan aku ingin manusia tahu bahwa Allah-lah yang membuat kemenangan.” [Lihat lebih lanjut Al-Bidayah Wan Nihayah 7/81]
Dalam kaitan tersebut, Ibnu ‘Aun meriwayatkan tatkala Umar menjadi Khalifah, ia berkata:
ﻷﻧﺰﻋﻦَّ ﺧﺎﻟﺪﺍً ﺣﺘﻰ ﻳُﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻨﺼﺮ ﺩﻳﻨﻪ . ﻳﻌﻨﻲ ﺑﻐﻴﺮ ﺧﺎﻟﺪ
“Sungguh aku akan mencopot Khalid (dari panglima) sehingga manusia tahu bahwa Allah mampu menolong agama-Nya tanpa Khalid.” [Lihat Siyaru A’lam An-Nubala 1/378].
Sebagaimana dijelaskan bahwa sebab anggapan dan prasangka manusia ini karena Khalid bin Walid tidak pernah kalah dalam peperangan, dalam fatwa Syabakah Islamiyyah dijelaskan,
ﻭﺳﺒﺐ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﺧﺎﻟﺪﺍً ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻟﻢ ﻳﻬﺰﻡ ﻓﻲ ﺃﻱ ﻣﻌﺮﻛﺔ ﺧﺎﺿﻬﺎ ﻻ ﻓﻲ ﺟﺎﻫﻠﻴﺔ ﻭﻻ ﻓﻲ ﺇﺳﻼﻡ
“Sebab hal tersebut bahwa Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu tidak pernah kalah dalam peperangan apapun yang ia pimpin baik itu di masa jahiliah (sebelum ia masuk Islam) maupun di masa Islam.” [Fatawa no. 9089].
Perhatikan bagaimana pentingnya tauhid yang menjadi perhatian para sahabat, didikan langsung dari Nabi Saw., karena memang tujuan utama kita diciptakan adalah menegakkan dan mendakwahkan tauhid di muka bumi.
Allah Swt. berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Ragam Argumen
Ada beberapa pendapat lain mengenai alasan penggantian Khalid bin Walid yaitu karena sifat Khalid bin Walid yang sama-sama tegas dengan Umar bin Khattab, sifat dasar Umar yang tegas perlu dikombinasikan dengan sifat lembut dan sifat hati-hati yang dimiliki oleh Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, sedangkan sifat Abu Bakar yang lembut dan hati-hati perlu dikombinasikan dengan sifat Khalid bin Walid yang tegas.
Ibnu Taimiyah menjelaskan hal ini dan berkata,
ﻭﻛﺎﻥ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﺍﻟﺨﻄﺎﺏ – ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ – ﻳﺆﺛﺮ ﻋﺰﻝ ﺧﺎﻟﺪ ﻭﺍﺳﺘﻨﺎﺑﺔ ﺃﺑﻲ ﻋﺒﻴﺪﺓ ﺑﻦ ﺍﻟﺠﺮﺍﺡ – ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ – ؛ ﻷﻥ ﺧﺎﻟﺪﺍً ﻛﺎﻥ ﺷﺪﻳﺪﺍً ﻛﻌﻤﺮ ﺑﻦ ﺍﻟﺨﻄﺎﺏ ، ﻭﺃﺑﺎ ﻋﺒﻴﺪﺓ ﻛﺎﻥ ﻟﻴﻨﺎً ﻛﺄﺑﻲ ﺑﻜﺮ ، ﻭﻛﺎﻥ ﺍﻷﺻﻠﺢ ﻟﻜﻞ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﺃﻥ ﻳﺘﻮﻟﻰ ﻣﻦ ﻭﻻﻩ ﻟﻴﻜﻮﻥ ﺃﻣﺮﻩ ﻣﻌﺘﺪﻻً
“Umar bin Khattab r.a. memilih penggantian Khalid dengan Abu Ubaidah r.a. karena Khalid bersifat tegas seperti Umar bin Khattab. Abu Ubaidah bersifat lembut seperti Abu Bakar. Yang paling baik adalah setiap keduanya (kombinasi tersebut) menjabat agar perkara menjadi seimbang.” [Majmu’ Fatawa 28/258].
Demi Regenerasi
Pada tanggal 18 Ramadhan 21 H, Khalid bin al-Walid wafat. Umar bin al-Khattab sangat bersedih dengan kepergian sosok yang dijuluki 'Pedang Allah' (Shaifullah). Ketika ada yang meminta Umar agar menenangkan wanita-wanita Quraisy yang menangis karena kepergian Khalid, Umar berkata, “Para wanita Quraisy tidak harus menangisi kepergian Abu Sulaiman (Khalid bin al-Walid).” (al-Bidayah wa an-Nihayah oleh Ibnu Katsir: 7/132).
Setelah wafatnya, Khalid mendermakan senjata dan kuda tunggangannya untuk berjihad di jalan Allah (ath-Thabaqat al-Kubra oleh Ibnu Saad: 7/397).
Semasa Khalifah Abu Bakar pernah berkata, “Tidak ada lagi wanita yang dapat melahirkan anak seperti Khalid bin Walid.” Menurut Khalifah Umar bin Khattab, “Khalid sudah menjadi raja dengan sendirinya. Tuhan merahmati Abu Bakar karena dia lebih tahu mengenai lelaki itu daripada saya.”
Berdasarkan kedua pandangan itu, jelas terlihat bahkan terasa sikap Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab terhadap keberadaan Khalid bin Walid. Abu melihat bahwa kemenangan pasukan umat Islam itu karena kehebatan strategi perang yang dimainkan pasukan umat Islam di bawah komando Khalid bin Walid. Keyakinan seperti telah menyebar ke umat Islam.
Umar memandang bahwa keyakinan seperti itu justru berdampak buruk terhadap akidah umat Islam. Sebab, sikap itu berpotensi melalaikan umat untuk bersandar pada pertolongan Allah. Hal itu dekat kepada syirik dan kultus individu.
Selain itu, pergantian itu merupakan pertimbangan regenerasi. Kekhawatiran lain atas keyakinan pada kehebatan strategi perang Khalid bin Walid adalah tidak munculnya kader-kader handal pasca Khalid bin Walid. Pernyataan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menduga tidak ada lagi wanita yang akan melahirkan anak seperti Khalid bin Walid.
Saya teringat dengan pepatah ' "Orang-orang yang kuat mencari sesuatu (potensi) di dalam dirinya sendiri. Sementara orang yang lemah mencari sesuatu (potensi) pada diri orang lain." Agar umat Islam tetap kokoh dan mandiri setelah ketiadaan Khalid bin Walid, pasukan umat Islam harus mampu melejitkan potensi dirinya sendiri dan menguasai strategi perang.
Lihatlah pohon yang ditanam dan tumbuh di bawah pohon besar (raksasa) tidak dapat tumbuh sempurna. Dalam konteks regenerasi kepemimpinan saya memaknai logika Umar bin Khattab seumpama sebuah pepatah:' "Jangan letakkan tanaman di bawah pohon rindang, dia tidak akan tumbuh dengan baik. Pindahkan ke area terbuka supaya terkena cahaya matahari, pasti akan lebih kuat dan besar.” Kalau terlalu berat memindahkan tanaman, maka menebang pohon lama (untuk dialih fungsikan) akan memberikan kesempatan pohon-pohon kecil untuk bertumbuh dengan leluasa sehingga tidak kerdil. Inilah yang dilakukan oleh oleh Umar bin Khattab untuk masa depan Islam.
Dalam konteks ini keberadaan Khalid bin Walid diandaikan sebagai pohon besar yang rindang dan melindungi, dan pasukan perang umat Islam diumpamakan tanaman baru. Jika tidak ada pohon besar yang menghalangi maka pohon-pohon atau tanaman baru akan bertumbuh kuat dengan ber-fotosintesis sendiri secara mandiri.
Pesan Moral
Pertama, perbedaan pendapat yang berangkat dari asas masalahat akan menjanjikan masalahat. Namun, Anda harus punya sikap memilih maslahat yang lebih besar. Begitu pula sebaliknya, jika Anda diperhadapkan dua mudharat (resiko buruk) dan Anda mesti memilih salah satunya, maka pilihlah yang dampak atau resiko buruknya paling ringan. Nah, pandangan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab memang tampak berbeda, namun sesungguhnya tidak ada pertentangan. Abu Bakar Ash-Shiddiq lebih realistis sedang Umar lebih visioner memandang jauh ke depan.
Kedua, jika Anda ingin bertumbuh dengan baik, kuat, dan leluasa maka belajarlah dengan baik serta dengan penuh kesungguhan. Jangan bersandar atau berlindung di bawah pohon (orang) besar. Sebab, pertumbuhan Anda tidak akan sempurna dan kuat ibarat pohon yang tumbuh di bawah pohon raksasa. Anda hanya akan tumbuh kerdil atau mati. Jadilah pemisah yang mandiri! Ingat sebuah ungkapan Sayidina Ali bin Abi Thalib: "Pemuda Adalah..ليس الفتى من يقول كان أبي ولكن الفتى من يقول ها أناذا Pemuda bukan lah ia yang berkata "Ini bapakku" Tapi pemuda akan berkata "Ini aku". Kalau Anda benar seorang pemuda, Anda harus menunjukkan karya Anda.
Ketiga, ،untuk para mahasiswa dan pemuda: Teruslah belajar agar Anda tumbuh kuat dan tangguh. Jadilah pemilik masa depan. Kesuksesan di masa depan dibangun hari ini. Janganlah berhenti belajar! “Seperti bergulat melawan seekor gorila. Anda tidak berhenti ketika Anda lelah, Anda berhenti ketika gorila tersebut lelah” (Robert Strauss).
Keempat, regenerasi umat Islam harus terjadi demi masa depan Islam. Keberanian Umar bin Khattab yang mengatakan tidak masalah umat Islam sesekali kalah agar sandaran (tauhidnya) kuat, tangguh, kreatif, dan selalu siaga menghadapi zamannya masing-masing. Harapan masa depan pada anak muda. Maka, Bung Karno pernah berkata, "Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". Wallahu a'lam bishsh-shawab.
Salam Pemuda!
0 komentar