MERAWAT BUDAYA SIRI' & MENCEGAH KORUPSI
Samata, 8/2/2021
Oleh Muhammad Yusuf,
Dosen UIN Alauddin dan STAI Al-Furqan Makassar
Prolog
Operasi tangkap tangan (OTT) yang kerap dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan betapa rendah nilai moral yang ditampilkan oleh pejabat publik yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor). Yang lebih menyedihkan lagi, ketika para pelaku itu menggunakan baju seragam napi koruptor dengan santai tersenyum sambil melambaikan tangan saat disorot kamera.
Tidak ada rasa bersalah. Tidak ada rasa malu (Siri'). Dan, saking buruknya para koruptor di mata masyarakat, sehingga mereka disimbolkan dengan binatang culas yang bernama "tikus". Makanya, pejabat yang melakukan korupsi disebut "tikus-tikus berdasi". Manusia hidup tanpa Siri' dan tanpa nilai. Manusia culas dan seperti perilaku hama tanaman.
Makna Siri`
Istilah siri` dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segi bahasa dan dari segi budaya yaitu: Dari segi bahasa, kata Siri makna harfiahnya dalam bahasa Bugis-Makassar berarti malu atau rasa malu. Seorang pemalu dinamakan tau passiriseng atau passirikeng (Bugis), tau passirikang, (Makassar). Ketika seseorang melakukan perbuatan yang memalukan disebut "mappakasiri'".
Istilah siri` yang dikenal di kalangan masyarakat Bugis-Makassar merupakan sebuah nilai luhur yang dijunjung tinggi. Sedangkan tau masiri' adalah penamaan bagi seorang yang berada dalam keadaan sangat malu, sehingga digambarkan ibarat sehelai daun pinang yang berkerut karena terkena terik matahari. Seorang yang sangat ingin menikmati hidangan yang tersaji di perjamuan, namun diliputi rasa malu karena merasa diperhatikan oleh para tamu lain.
La Side memberikan makna bahwa kata siri` dapat pula berarti sikap segan serta takut, sebagaimana ungkapan berikut:
Dari makna kulturalnya, kata siri` berkaitan dengan hal kehidupan budaya masyarakat Bugis-Makassar, mereka lebih menghayati makna kultural daripada makna harfiah. Sebuah nilai yang disepakati dan dijunjung. Hal ini dapat dilihat ketika penggunaan kata "tau riasiri'' artinya orang yang sangat dihormati dan disegani karena kharismanya.
Hal yang semakna dengan itu, juga dikemukakan oleh HD. Mangemba bahwa perlu dibedakan antara makna harfiah dan makna kultural. Ia mengatakan bahwa bagi masyarakat Makassar lebih menonjol makna kultural dalam kehidupan sehari-hari, karena apabila disebut perkataan Siri maka esensi Siri` adalah dirinya sendiri.
Menurut Mattulada, kata siri' mempunyai arti esensial untuk dipahami, bagi orang Bugis, ia masih tetap merupakan suatu yang dekat kepada martabat kehadirannya sebagai manusia pribadi dan sebagai warga dari suatu persekutuan. Masyarakat Bugis-Makassar menghayati siri` itu sebagai panggilan yang mendalam dalam diri pribadinya, dihargai dan dimilikinya (Mattulada, 1995: 62)
Berbagai ungkapan dalam bahasa Bugis yang terwujud dalam kesusastraan “ paseng” dan amanat-manat dari seluruhnya, yang dapat dijadikan petunjuk mengenai siri` antara lain yaitu:
a. Siri`emmi ri onrong ri lino, artinya hanya siri` itu kita hidup di dunia. Hanya kalau ada martabat atau harga diri, hidup itu ada artinya, sebagai identitas sosial dan martabat pada seseorang. Siri' meneguhkan manusia sebagai makhluk yang mulia (karena beragama dan berbudaya).
b. Mate ri siri`na, artinya mati dalam siri, yakni mati demi menegakkan martabat atau harga diri. Mati yang demikian dianggap sebagai suatu hal yang terpuji dan terhormat.
c. Mate Siri', artinya orang yang sudah hilang harga dirinya dan tak lebih dari bangkai hidup, masyarakat Bugis-Makassar yang merasa Mate Siri` akan melakukan jallo (amukan) hingga ia mati sendiri yang demikian disebut napatettongi Siri`na, artinya banyak terjadi dalam masyarakat Bugis-Makassar, baik dalam daerah maupun diluar daerah mereka, Peristiwa bunuh-membunuh dengan jalan jallo, dengan latar belakang siri'. Atau dalam bahasa Makassar disebut napaentengngi siri'na (menegakkan harga dirinya).
Secara lahiriyah, sering tampak seolah-olah orang-orang Bugis-Makassar karena alasan siri`, dan sanggup membunuh atau dibunuh, memperbuat sesuatu yang fatal karena alasan-alasan sepele atau karena masalah perempuan yang sesungguhnya harus dapat dipandang biasa saja. Akan tetapi, pada hakekatnya apa yang kelihatan oleh orang luar sebagai suatu hal yang sepele, bagi orang Bugis-Makassar itu menyangkut Siri' (martabat).
Korupsi
Istilah 'korupsi' dalam bahasa Inggris coruption dan corrupt, dalam bahasa Perancis corruption dan dalam bahasa Belanda corruptie yang menjadi kata korupsi dalam bahasa Indonesia. Korup berarti culas, atau tidak jujur. Jadi korupsi itu berarti perbuatan culas dan tidak jujur.
Menurut Undang undang, korupsi: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
Terjadinya kasus operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi )KPK) kepada beberapa boknumnpejabat publik sungguh menjadi bukti betapa rendah moral dan mental para pejabat. Khusus soal kasus tindak pidana korupsi (Tipikor), masih menyibukkan pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK.). Setiap saat masih menjadi tontonan publik kasus operasi tangkap tangan (OTT) bagi koruptor. Lembaga anti rasywah itu masih memperlihatkan andilnya.
Mereka masih ada untuk mengawal agenda utama reformasi dalam memberantas korupsi. Tapi seriuskah pemerintah memberantas “tikus-tikus” itu? Tentu saja jawaban cepatnya, “ya”. Buktinya KPK belum dibubarkan. Hanya perlu diperkuat. Upaya pemberantasan Korupsi itu tidak didukung oleh sebagian pihak, terutama yang merasa terancam dengan kehadiran KPK.
Koruptor Disimbolkan dengan Tikus, Kenapa?
Cobalah Anda melihat padi yang sudah hampir menguning yang beberapa waktu lagi akan siap untuk dipanen. dan Anda pun membayangkan melihat raut wajah bahagia akan terpancar dari para petani itu ketika tiba saat panennya. Tentulah itu saat yang dinantikan oleh mereka. Petani yang demikian gigih untuk membanting tulang mengolah beberapa petak sawah yang tidak begitu luas , yang tidak sampai ber-hektar-hektar. Kata pak tani itu (paggalung), dia baru pada musim ini bisa merasakan akan panen . sebab sudah beberapa musim yang lalu, area persawahannya selalu gagal panen yang disebabkan oleh hama tikus. Modal yang ditanamnya selalu saja ludes dimakan oleh hama tersebut.
Hal itu terjadi bukan hanya diderita oleh petani, tetapi juga oleh beberapa rekan tani lainnya di daerah itu. Bisa dibayangkan betapa usaha yang demikian berat, lalu dalam hitungan hari akan lenyap oleh tingkah hama yang namanya "Tikus". Pasalnya untuk memanen padi memang dibutuhkan proses dan waktu yang cukup. Kurang lebih tiga bulanan. Mulai dari awal membajak sawah, mengairi sawah, menyemai benih, menanam, mengontrol sawahnya, hingga akhirnya bisa dipanen. Pekerjaan yang tidak ringan tentunya.
Akan tetapi, itu menarik untuk dicermati apa yang menjadi penyebab kegagalan panen tersebut. Umumnya karena adanya hama tikus yang selalu mengganggu. Dan, tentu saja sangat merugikan. Bukan saja hanya di sawah, di mana pun kita sering dibuat rugi oleh hama ini. Betapa susah kita menyimpan barang eh begitu kita membutuhkan barang tersebut sudah dirusak oleh tikus. Diganggu mulai saat sudah ditanam hingga disimpan di rumah (di rakkiang), tikus terus mencuri. Sudah dicuri dikencingi dan beraki pula. Itulah karakter tikus.
Korupsi di Indonesia
Presiden Jokowi menyatakan, upaya pemberantasan korupsi membutuhkan kegigihan, konsistensi, dan orkestrasi kebersamaan yang luar biasa untuk mencegahnya. Presiden juga mengatakan budaya malu korupsi harus ditumbuhkan.
Tentu saja perguruan tinggi tidak boleh alpa dalam mengambil peran aktif dalam pencegahan korupsi dengan menyusun kurikulum, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan pendidikan antikorupsi bagi mahasiswa. Menanamkan nilai luhur agama dan budaya jujur (lempu’) dan malu (siri') kepada para mahasiswa. Dari ruang akademik lah kita mencegahnya.
Selain itu, dibutuhkan pula inovasi-inovasi dan kerja sistematis untuk menutup ruang bagi terjadinya korupsi. Dan, perlu tindakan yang adil dan konsisten untuk menindak para pelaku pidana korupsi. Ini juga bagian dari isi pidato Presiden Jokowi saat berpidato secara virtual pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia Tahun 2020 di Istana Negara, Jakarta, Rabu pada 16/12/2020.
Saat itu tidak berselang lama dengan kasus penangkapan koruptor, yang tidak lain adalah dari kalangan Menteri. Ini benar-benar absurd. Tapi, begitulah faktanya. Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia Tahun 2020 masih diwarnai kesedihan bagi rakyat Indonesia karena uang mereka masih dirampok oleh maling-maling kelas kakap.
Mudah-mudahan pernyataan komitmen Presiden Jokowi bukan pemberi harapan palsu (PHP), karena kita masih menaruh asa kepada Presiden. Presiden Jokowi secara tegas menyatakan, dengan langkah-langkah yang sistematis dan sistemik dari hulu ke hilir, KPK bersama aparat penegak hukum lainnya akan semakin efektif memberantas korupsi, memberantas kemiskinan, dan mengurangi pengangguran dan menjadikan Indonesia negara maju yang kita cita-citakan. Ya…, mesti diperkuat posisi KPK.
Disebutkan orientasi dan mindset dalam pengawasan hukum harus diarahkan untuk perbaikan tata kelola dan pencegahan korupsi, sebab profesionalitas aparat penegak hukum menempati posisi sangat sentral dalam penindakan dan pencegahan.
Kinerja penegakan hukum bukan diukur dari seberapa banyak kasus yang ditemukan, tetapi pada bagaimana mencegah secara berkelanjutan agar tindak pidana korupsi itu tidak sampai terjadi lagi. Dalam konteks pencegahan itulah perguruan tinggi mendapatkan ruang luas untuk mengambil peran penting dan strategis.
Lagi-lagi menurut Presiden. Beliau mengatakan, mengembangkan budaya antikorupsi dan menumbuhkan rasa malu menikmati hasil korupsi merupakan hulu (Siri') yang penting dalam pencegahan tindak pidana korupsi. Kita tunggu buktinya!
Selain itu, pendidikan antikorupsi harus diperluas untuk melahirkan generasi masa depan yang antikorupsi. Dalam konteks inilah perguruan tinggi khususnya dan lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya menempati posisi strategis untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan berintegritas. Tutup semua transaksi ketidakadilan dan ketidakjujuran dalam proses pelayanan pendidikan.
Budaya malu harus masuk sebagai nilai dalam semua matakuliah. Malu mengklaim hak yang bukan haknya, malu membuat pernyataan palsu, plagiat. Mahasiswa menulis tugas-tugas makalah, bukan soal selesai dan memperoleh nilai saja, tapi yang paling utama adalah ikhtiar yang jujur dalam proses pembuatannya. Dari tradisi kejujuran akademik diawali untuk menanamkan nilai-nilai luhur kejujuran agar kelak menjadi generasi yang jujur di manapun mereka berkiprah.
Program paling urgen bahkan darurat adalah kurikulum dan program pendidikan antikorupsi bagi generasi muda saat ini, khususnya mahasiswa. Sebab, selangkah lagi mereka akan menjadi pemimpin. Meskipun demikian, Pendidikan antikorupsi sudah harus dimulai di dalam keluarga dari usia prasekolah, usia dini, Pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan antikorupsi secara berkesinambungan merupakan implementasi dari pembangunan berkelanjutan.
Terjadinya kasus operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi )KPK) kepada beberapa oknum pejabat publik sungguh menjadi bukti betapa rendah moral dan mental serta integritas para pejabat. Khusus soal kasus tindak pidana korupsi (Tipikor), masih menyibukkan pejabat KPK.
Setiap saat masih menjadi tontonan publik kasus OTT bagi koruptor. Lembaga anti rasywah itu masih memperlihatkan andilnya. Mereka masih ada untuk mengawal agenda utama reformasi dalam memberantas korupsi. Tapi seriuskah pemerintah memberantas “tikus-tikus” itu? Tentu saja jawaban cepatnya, “ya”. Buktinya KPK belum dibubarkan. Malah harus diperkuat dan dikembangkan hingga ke propinsi-propinsi. Sebab, kejahatan korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime).
Dalam konteks itulah, Presiden Jokowi menyatakan, upaya pemberantasan korupsi membutuhkan kegigihan, konsistensi, dan orkestrasi kebersamaan yang luar biasa untuk mencegahnya. Presiden juga mengatakan budaya malu korupsi harus ditumbuhkan. Tentu saja perguruan tinggi harus mengambil peran aktif dalam pencegahan korupsi dengan menyusun kurikulum, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan pendidikan antikorupsi bagi mahasiswa. Menanamkan nilai luhur agama dan budaya jujur (lempu’) dan malu (siri') kepada para mahasiswa. Dari ruang akademik lah kita mencegahnya.
Dibutuhkan inovasi-inovasi dan kerja sistematis untuk menutup ruang bagi terjadinya korupsi. Dan, perlu tindakan yang adil dan konsisten untuk menindak para pelaku pidana korupsi. Ini juga bagian dari isi pidato Presiden Jokowi saat berpidato secara virtual pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia Tahun 2020 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (16/12/2020). Saat itu tidak berselang lama dengan kasus penangkapan koruptor, yang tidak lain adalah dari kalangan Menteri. Ini benar-benar absurd. Tapi begitulah faktanya.
Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia Tahun 2020 masih diwarnai kesedihan bagi rakyat Indonesia karena uang mereka masih dirampok oleh maling-maling kelas kakap.
Mudah-mudahan bukan PHP (pemberi harapan palsu), karena kita masih menaruh asa kepada Presiden. Presiden Jokowi secara tegas menyatakan, dengan langkah-langkah yang sistematis dan sistemik dari hulu ke hilir, KPK bersama aparat penegak hukum lainnya akan semakin efektif memberantas korupsi, memberantas kemiskinan, dan mengurangi pengangguran dan menjadikan Indonesia negara maju yang kita cita-citakan. Ya…, Perkuat posisi KPK dan beri ruang gerak yang luas dan bebas untuk mengusut tuntas semua kasus korupsi.
Disebutkan orientasi dan mindset dalam pengawasan hukum harus diarahkan untuk perbaikan tata kelola dan pencegahan korupsi, sebab profesionalitas aparat penegak hukum menempati posisi sangat sentral dalam penindakan dan pencegahan.
Kinerja penegakan hukum bukan diukur dari seberapa banyak kasus yang ditemukan, tetapi pada bagaimana mencegah secara berkelanjutan agar tindak pidana korupsi itu tidak sampai terjadi lagi. Dalam konteks pencegahan itulah perguruan tinggi mendapatkan ruang luas untuk mengambil peran penting dan strategis.
Selain itu, pendidikan antikorupsi harus menyentuh semua lini kehidupan, dan diperluas untuk melahirkan generasi masa depan yang antikorupsi. Dalam konteks inilah lembaga-lembaga pendidikan dan perguruan tinggi khususnya, menempati posisi strategis untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan berintegritas. Tutup semua transaksi ketidakadilan dan ketidakjujuran dalam proses pelayanan pendidikan.
Tawaran Solusi
Pendidikan antikorupsi dan seluruh upaya pencegahan korupsi mutlak dilakukan secara menyeluruh. Pertama, pendidikan keluarga yang menekankan pada nilai luhur budaya tentang kejujuran. Para orangtua mesti mengajarkan kepada anak-anaknya disertai keteladanan dalam budaya siri' dan lempu'.
Kedua, Pendidikan antikorupsi pada partai politik dan ormas. Partai politik dan seluruh ormas mesti mempunyai kurikulum dan agenda pendidikan antikorupsi pada seluruh kadernya. Jangan justru terkesan 'dilatih' lalu 'diutus' mewakili partai atau organisasi untuk mengambil uang negara yang tidak lain adalah rakyatnya sendiri.
Ketiga, reformasi birokrasi yang bertujuan untuk mencegah korupsi. Dibutuhkan zata kelola birokrasi yang sehat dan bersih. Fungsi kontrol dan pengendalian dalam manajemen lembaga mesti berjalan efektifitas. Pengawasan dengan pendekatan nilai luhur agama dan budaya benar-benar diterapkan.
Keempat, penegakan hukum yang berkeadilan dengan memperkuat posisi dan peran KPK dalam memberantas korupsi. KPK mestinya tidak hanya ada di pusat, melainkan juga pada setiap propinsi dan berkerjasama dengan berbagai pihak seperti LSM, wartawan, dan ormas. Memang dibutuhkan orkestrasi kebersamaan untuk mempercepat penanganan dan penyelesaian kasus-kasus korupsi.
Kelima, mengembangkan dan menerapkan konsep oposisi konstruktif demokratis dalam kehidupan politik dan demokrasi. Oposisi konstruktif demokratis diberi ruang untuk untuk menjalankan fungsi kontrol dan penyeimbang untuk mewujudkan percakapan politik antara pemerintah dan oposisi sehingga demokrasi bertumbuh subur. Harus diingat bahwa kekuasaan cenderung korupsi tanpa adanya kontrol dan penyeimbang.
Terakhir, memperkuat Pendidikan agama pada lembaga-lembaga pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan yang berorientasi kepada penanaman nilai-nilai luhur kejujuran dan budaya malu. Sebab, agama - Islam khususnya - mengajarkan bahwa kejujuran menuntun kita pada kebaikan dan kebaikan menuntun kita kepada Surga (hadis). Sedangkan malu (siri') adalah bagian dari iman (hadis). Wallahu a'lam bishsh-shawab.
Salam Nalar Kritis!
0 komentar