BLANTERORBITv102

    MEMBACA KISAH MENEMUKAN HIKMAH: LATAR BELAKANG PERISTIWA ISRA'-MI'RAJ

    Jumat, 19 Februari 2021


    Oleh Muhammad Yusuf

    Dosen UIN Alauddin dan STAI Al-Furqan Makassar

    Samata, 20/2/2021


    Prolog

    Para mahasiswa dan segenap pembaca yang bijaksana! Selamat berakhir pekan dan bersilaturrahim dengan orang-orang yang Anda hormati dan sayangi karena Allah. Kebahagiaan dan kegalauan, kesedihan dan kegembiraan, suka dan duka, sukses dan gagal itu semua satu paket dengan kehidupan itu sendiri. Karen itu, jika Anda mengalami dinamika kehidupan seperti itu maka hal itu hal yang wajar dan tidak berlebihan. Yang seringkali tidak wajar adalah cara pandang dan sikap seseorang dalam menghadapinya.

    Orang bijak berkata, setiap masalah pasti ada solusinya sebagaimana pula halnya setiap pertanyaan pasti ada jawabannya. Solusi dari setiap masalah ada pada cara pandang dan sikap Anda. Jawaban dari setiap masalah pun demikian. Ada jenis masalah yang membutuhkan tindakan nyata, dan ada masalah yang selesai dengan sikap diam seribu bahasa. Ada pertanyaan yang layak dijawab dengan kata-kata, ada pula dengan tindakan, dan ada yang hanya membutuhkan diam tanpa kata dan tindakan. 

    Mungkin Anda pernah mendengar atau mengucapkan kalimat "tidak ada masalah" atau "saya tidak tau'. Kalimat 'tidak ada masalah" tidak selamanya karena benar-benar tidak masalah, namun terkadang karena yang bersangkutan tidak mempermasalahkan. Begitu juga jawaban "saya tidak tau" mungkin memang saya benar-benar tidak tau. Atau karena jawaban yang saya ketahui akan menambah rumit masalah. Yang pasti, "saya tidak tau" adalah satu jawaban.

    Letakkan solusi pada tempat dan keadaan yang tepat sebagaimana Anda menempatkan setiap jawaban itu pada kontkes yang tepat. Apa hubungannya ini dengan Isra'-Mi'raj?  Peristiwa Isra'-Mi'raj Rasulullah Saw. mengajarkan cara memandang masalah dan cara menyikapinya dengan tepat. Berjalanlah (jasmani maupun rohani) dan temukan kebesaran Allah sehingga masalah Anda menjadi kecil. Perjalanan Ruhani Anda hingga menembus lapisan Sidratul Muntaha melalui sujud Anda yang paling khusyuk di malam hari. 

    Latar belakang Isra'-Mi'raj

    Saya yakin Anda sudah pernah - bahkan mungkin sering - mendengar kisah Isra'-Mi'raj. Oleh karena itu, kali ini fokusnya bukan pada tuntutan kisahnya, melainkan pada makna di balik latar belakang terjadinya peristiwa tersebut.

    Tersebutlah dalam sirah Nabawiyah bahwa Rasulullah Saw. ditinggal mati oleh dua orang; Khadijah –radhiyallahu ‘anha– dan Abu Thalib.  Padahal, selama ini dua orang tersebut telah berperan besar bagi dakwah beliau.

    1. Ummul Mukminin Khadijah –radhiyallahu ‘anha– , sebagaimana tersebut dalam sebuah hadis, adalah: Pertama, Wanita, bahkan manusia pertama yang beriman kepada Rasulullah Saw. Kedua, Seorang - yang beriman dan kaya raya- yang mengorbankan seluruh hartanya untuk kepentingan dakwah Islam, dan Ketiga,  seorang istri, yang darinya Rasulullah Saw. mempunyai anak (keturunan).

    2. Abu Thalib, meskipun belum beriman, namun, mengingat posisinya sebagai paman Rasulullah Saw. ia telah membela Rasulullah Saw. dengan sangat luar biasa.

    Namun, di tahun itu, keduanya meninggal dunia, maka beliau Saw. sangat bersedih, dan karenanya, tahun itu disebut ‘amul huzni (tahun kesedihan). Kesedihan itu semakin lengkap, tatala Rasulullah Saw. mencoba membuka jalur dakwah baru untuk ekspansi dakwah ke Thaif. Siapa tau, Thaif yang sejuk, dingin, hijau, mempunyai pengaruh besar terhadap warganya, sehingga sikap mereka barangkali sejuk dan segar dalam menerima dakwah beliau Saw.

    Rasulullah Saw. berharap tidak seperti Mekkah (saat itu) yang keras, semuanya tertutup batu, sehingga “membatu” sikap mereka terhadap dakwah. Namun, bukannya kedatangan Rasulullah Saw. di Thaif disambut, tapi malah beliau ditolak dan diserang. 

    Singkat cerita, maka pulanglah beliau ke Mekkah. Dalam perjalanan pulang ke Mekkah, terjadi tiga peristiwa:

    Pertama, Rasulullah Saw. bertemu dengan seorang bernama Adas, dari Nainuwa, kampung halaman nabi Yunus a.s. Dalam pertemuan itu, Adas menyatakan masuk Islam. Hal ini seakan mengatakan kepada Rasulullah Saw.: “Jangan bersedih wahai Muhammad, kalau orang Mekah, orang Arab tidak mau beriman, jangan bersedih! Ini buktinya, orang Nainuwa mau beriman”.

    Kedua, Rasulullah Saw. bertemu dengan sekelompok jin, dan saat dibacakan Al-Qur’an kepada mereka, mereka menyatakan beriman. Hal ini seakan memberi message kepada Rasulullah Saw., “Seandainya pun seluruh manusia tidak mau beriman, engkau pun tidak perlu bersedih wahai Muhammad! Sebab, bangsa jin telah membuktikan bahwa mereka siap beriman kepadamu”.

    Ketiga, Peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Hal yang sedang kita sedang bincangkan. Dengan peristiwa ini, seakan ada pesan kepada Rasulullah Saw: “Bahkan, seandainya pun seluruh penghuni bumi, baik manusia maupun jin, tidak mau beriman kepadamu wahai Muhammad, engkau pun tidak perlu bersedih, sebab, buktinya, penduduk langit semuanya gegap gempita menyambut kedatangan Baginda”.

    Memaknai Peristiwa

    Nilai dan makna setiap peristiwa dan keadaan itu bergantung pada cara pandang dan sikap orang yang mengalaminya. Jika ia memandang dan menyikapi positif maka peristiwa dan keadaan itu akan menghadirkan nilai positif. Sebaliknya, apabila peristiwa dan keadaan itu dipandang dan disikapi secara negatif maka akan berdampak negatif pula.

    Cara pandang dan sikap manusia terpola seperti cara pandang dan sikap lebah dan lalat. Kedua nama bintang ini disebutkan dalam Al-Qur'an, yaitu az-zubabah (lalat) dan an-nahl (lebah). Bahkan, lebah diabadikan namanya dalam salah satu nama surah di dalam Al-Qur'an, yaitu surah an-Nahl, tepatnya pada Surah ke-16 berdasarkan susunan mushaf Utsmani.

    Mengamati Sifat Lebah & Lalat

    Kedua spesies binatang ini binatang memiliki mata dan sayap. Namun,  mata lebah akan senantiasa mencari bunga, meskipun berada di tempat sampah. Sedangkan mata lalat akan senantiasa mencari sampah meskipun berada di taman bunga. Cara pandang lalat dan lebah itu menentukan perbedaan sikap yang berbanding terbalik.

    Manusia juga demikian, ada tipe mata lebah dan ada juga mata lalat, meskipun datang berbagai pertolongan dan peluang, namun mata lalat akan senantiasa mencari keburukan/negatif (sampah). Berbeda dengan mata lebah pasti dia menemukan kebaikan (hal positif). Perbedaan nasib/ keadaan seseorang berangkat dan bermula dari cara pandang. Itulah sebabnya, Allah menuntun manusia (kaum) untuk memulai langkah perubahan itu dari cara pandang.

    Tidak akan berubah nasib kita sebelum mengubah cara pandang kita, meskipun sejuta pertolongan diberikan kalau yang bersangkutan bermata lalat, maka yang dicari hanyalah keburukan. Hanya yang bermata lebah yang mampu menemukan segala kebaikan.

    Dalam konteks itulah, disebutkan oleh Allah “Tidak berubah nasib/keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah jiwa mereka sendiri” (QS. Ar-Ra'du/13: 11) .Sekarang kita evaluasi cara pandang dan sikap kita masing-masing. Apakah Anda termasuk orang yang cara pandangnya serupa mata lebah atau mata lalat?. Hal itu penting untuk memastikan apakah keadaan Anda akan menjadi lebih baik atau masih tetap fokus mencari sesuatu yang busuk (negatif) seperti lalat.

    Boleh jadi yang kita nilai negatif (buruk) itu justru lebih baik untukmu. Dan, boleh jadi pula (sebaliknya) apa yang kita anggap baik itu justru buruk akibatnya. Jangkauan pengetahuan dan ilmu kita sangatlah terbatas. Makna seperti ini ditemukan dalam Al-Qur'an. 

    "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah/2: 216).

    Memang, tidak ada yang menginginkan keadaan berduka, sedih', galau, gagal, dan semua kondisi yang tidak menyenangkan, karena kita tidak mengetahui rencana baik Allah di balik itu semua. Sebaliknya, kita pasti senang dengan keadaan suka, bahagia, sukses dan semua keadaan yang menyenangkan di lainnya. Itu juga karena kita tidak mengetahui dampak buruk yang menyertainya. 

    Peristiwa wafatnya orang-orang yang dicintai dan mencintai Rasulullah Saw.  serta penolakan penduduk Thaif justru menjadi peristiwa yang menyebabkan sebuah keadaan batin yang sedih namun pada akhirnya mengantarkan beliau mencapai puncak kenikmatan tertinggi di Sidratul Muntaha di sisi Allah Swt. Capaian itu hanya untuk beliau. Tidak untuk malaikat Jibril dan bukan pula untuk para nabi dan rasul yang selainnya.

    Penutup

    Musibah yang menyisakan kesedihan pada diri Rasulullah Saw. akibat  kematian orang-orang yang dicintai dan mencintainya serta mendukung dakwah beliau diidentifikasi sebagai kondisi yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa Isra'-Mi'raj. Dengan kalimat yang lain, peristiwa Isra'-Mi'raj adalah jawaban (respon) terhadap kesedihan Rasulullah Saw. 

    Memandang kebesaran Allah akan membawa Anda pada sebuah kesadaran bahwa masalah Anda kecil bila Anda berserah diri kepada Tuhan yang maha besar. Kepasrahan penuh dan tawakkal yang total kepada Allah akan meringankan beban yang berat dan masalah yang rumit. 

    Jawaban dari masalah boleh jadi tidak ditemukan melalui training di hotel-hotel berbintang. Boleh jadi, jawaban yang paling pasti Anda temukan di atas hamparan sajadah di rumah atau karpet masjid. Jawaban dari kerendahan kepalamu saat sujud membisikkan kalimat tasbih akan muncul jawaban dari ketinggian puncak Sidratul Muntaha. Dan, itulah ilustrasi narasi mi'raj Rasulullah Saw. *Insyaallah bersambung* Wallahu a'lam bishsh-shawab.

    Salam!