BLANTERORBITv102

    Hak Hidup Hak Paling Azasi

    Jumat, 15 Januari 2021

     

    Oleh Muhammad Yusuf


    Karena Hak Asasi Manusia (HAM)  adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Jadi, Hak hidup adalah hak yang paling utama dan tidak ada yang dapat memaksa manusia untuk menghentikan hak hidupnya kecuali Allah.


    Umat Islam menjadikan hal itu sebagai wirid harian. Huwa yuhyiit wa yumiit wa Huwa ala kulli syaiyin qadiir". Dialah (Allah)- satu-satunya- memberi hak hidup dan mengakhirinya (mematikannya). Dijadikan wirid harian agar hal itu melembaga dalam diri, dan inheren dalam keyakinan dan perilaku.


    Lalu mengapa ada penembakan oleh kepolisian RI yang menewaskan (menghentikan) hak hidup 6 orang warga sipil? 


    Saya, (dan mungkin Kita juga) bukan pendukung HRS atau FPI. Akan tetapi, kasus penembakan oleh kepolisian RI yang menewaskan 6 orang warga sipil tetap saja bertentangan dengan UUD 1945 yang melandasi tujuan bernegara "melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia". Sekali lagi, Hak hidup adalah hak yang paling azasi, elemen bangsa bersama masyarakat mesti ikut mengawasi penegakan hukum. Apalagi jika yang korban bukan teroris atau separatis. Kalau mereka separatis atau teroris tentu lain soal. Ada pasal tersendiri yang mengatur".


    Kita sepakat Indonesia adalah negara hukum. Maka, penyelenggaraan negara diatur menurut UU dan peraturan. Pertanyaannya, apakah UU dan peraturan itu dibuat untuk mengatur rakyat atau mengatur dan membatasi kekuasaan? Kalau jawabannya, "keduanya" maka pemerintah wajib tunduk pada hukum. Dengan demikian, panglima tertinggi adalah hukum. Kita tunggu, apakah benar hukum masih tajam ke arah mana saja?


    Dalam negara yang sistem demokrasi, pihak yang berbeda dengan penguasa itu lazim, karena hak berpendapat adalah hak azasi. Karena itu, ciri demokrasi itu ada koalisi dan ada pula oposisi. Perlu ada keseimbangan agar kekuasaan dan kebijakan itu terkontrol. Alat kontrolnya adalah UU berikut segala turunannya.   


    Koalisi kekuasaan memiliki otoritas dan kewajiban melaksanakan UUD di satu sisi. Dan, oposis menempati posisi di luar sistem pemerintahan untuk mengontrol kekuasaan bersama rakyat di sisi yang lain. Karena itu, oposisi tidak boleh lemah. Harus dicamkan bahwa rakyat telah menitip suaranya kepada wakilnya. Karena itu, rakyat mesti tau, bahwa orang yang dititipinya itu adalah yang paling kredibel. 


    Rakyat rela membayar wakilnya dengan biaya mahal melalui pajak penghasilan. Begitu pula Polisi dan TNI dibelikan baju seragam dari uang rakyat agar berwibawa, diberi upah (gaji bulanan sebelum mereka.bekerja) demi untuk menjamin hidupnya dalam melayani kepentingan rakyat. 


    Jangan lagi mengambil uang titipan rakyat secara melawan UU (korupsi) karena itu adalah pengkhianatan atas amanat itu.  Sementara, dari perspektif hadis, mengkhianati amanat adalah salah satu indikator kemunafikan.


     TNI dan polri serta ASN (termasuk saya, mungkin juga Anda) dibayar oleh negara dari uang rakyat untuk mengabdi berdasarkan tupoksinya masing-masing. 


    Kalau negara di bawah kendali penguasa tidak lagi "melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia" maka kemana rakyat lagi tempat berlindung?


    Saya belum habis kepercayaan dan harapan. Negara masih ada, hanya butuh keinsyafan memperbaikinya. Semoga!